“Jadilah sangat sibuk mengembangkan dirimu dan jadilah akrab dengan dirimu sendiri, sehingga kamu sedikitpun tak punya waktu dan kesempatan lagi untuk mengkritik hidup orang lain sejadinya...” (Sang Bijak)..............................
Sebenarnya, sudah terlalu banyak energi batin yang telah terkuras. Sepertinya hampir semuanya tersedot keluar untuk satu pertahanan diri yang sungguh tak cantik. Apa yang disebut godaan tidak selalu berpautan dengan ‘keinginan daging akan yang fana.’ Jebakan hati tidak selamanya terkonek pada hal-hal yang suram bahkan seram. Tak hanya itu. Lalu?
Ayo baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; ISRAEL Paksa Hadirkan Tuhan Dalam Peperangan Itu
Tetapi ketahuilah, bahwa sebenarnya terlalu banyak energi yang terbuang-buang hanya untuk deretan keyakinan diri yang palsu serta ilutif bahwa ‘aku kuat, aku hebat, aku serba positif, aku serba benar, aku miliki citra diri yang serba jempolan, aku yang serba sukses dan punya nama, serta sekian banyak predikat mentereng lainnya.’ Iya, ternyata godaan pun bermain cantik dalam keinginan kuat untuk mentesiskan diri sendiri yang serba OK serta berada di lintasan penuh dengan segala hal yang ‘mesti positif.’
Sungguh! Selalu terdapat rumusan keinginan hati untuk terakui demi ternilai baik. Iya, sekurang-kurangnya ‘menjadi pribadi yang baik dan bertarung untuk melakukan yang benar.’ Dan itulah yang menjadi pergumulan diri di ziarah hidup ini. Tetapi, betul kah kita selalu di lintasan serba meyakinkan?
Bagaimanapun, setiap kita pasti tahu dan kenal diri bahwa ‘ada kuasa dalam diri kita yang bisa menjauhkan kita dari yang baik. Dan di dalam hati kita bisa memupuk keinginan yang destruktif.’ Itulah sebabnya sudah jadi tak samar bahwa di atas teater kehidupan ini, tampilan diri dan ekspresi tingkah kita acapkali ‘timbul tenggelam’ antara kebaikan dan kedurjanaan. Silih berganti.
Ayo baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; KITA Jalani Hidup Dalam Ziarah Penuh Goncangan Dan Tanpa Kepastian
Semestinya kita terenung oleh kata-kata si bijak yang dapat kita tangkap berikut ini: Bukankah setidaknya setiap kita punya dua cerita kehidupan? Ada cerita yang diterawang tak samar oleh mata publik, diketahui oleh keluarga dan para sahabat di satu satu sisi; tapi di sisi lain, ada kisah-kisah batin yang ‘ku tak mau seorang pun tahu. Biarlah kuderita sendiri.’
Lukisan itu diperjelas demikian: ‘Bisa saja secara publik kita ternilai berhasil. Atau bahwa kita gencarkan sisi mentereng dan sukses punya kita. Apalagi ketika kita ketagihan dan keenakan dalam membenamkan sesama yang lain, yang dinilai tak hebat dan penuh kekurangannya.
Bagaimanapun, jika mesti jujur pada diri sendiri, sebenarnya, di dalam hati kita terluka. Bisa saja kita terlihat kuat di mata khalayak, tetapi sesungguhnya kita menjerit dan berderai air mata di kesendirian yang paling dalam. Akibatnya, kita, misalnya, terbantai oleh alam tidur malam yang tak pernah pulas.’
Semuanya berawal ketika kita telah menipu diri sendiri ‘bahwa kita adalah segalanya dalam kemegahan, dalam kekuatan dan dalam sekian banyak hal serba luar biasa.’ Tak seperti orang-orang lain. Namun sebenarnya kita tetap bergelora dalam segala kerapuhan dan kelemahan.
Bagaimanapun, jika mesti jujur pada diri sendiri, sebenarnya, di dalam hati kita terluka. Bisa saja kita terlihat kuat di mata khalayak, tetapi sesungguhnya kita menjerit dan berderai air mata di kesendirian yang paling dalam. Akibatnya, kita, misalnya, terbantai oleh alam tidur malam yang tak pernah pulas.’
Semuanya berawal ketika kita telah menipu diri sendiri ‘bahwa kita adalah segalanya dalam kemegahan, dalam kekuatan dan dalam sekian banyak hal serba luar biasa.’ Tak seperti orang-orang lain. Namun sebenarnya kita tetap bergelora dalam segala kerapuhan dan kelemahan.
Namun, harus kah kita segera menegasikan butiran debu yang masih melekat? Mesti kah kita ratapi semuanya dalam tangis tanpa jedah? Harus kah kita terus berilusi dalam pengandaian penuh ‘seolah-olah, sekiranya dan dalam segala kalau tahu begitu?’ Bagaimana pun sepantasnya kita tak berilusi lagi dalam segala pengandaian nan kosong. Menghadapi kenyataan tak elok sisi kehidupan sungguh bukanlah perkara gampangan.
Ayo baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; Bersatu Dalam Kasih Yesus, Tuhan, Dan BersamaNya Memaklumkan Kasih Itu...
Memang terasa sakit dan tak mudah menenun dua sisi diri antara ‘ceriah mentari bersinar’ dan ‘awan hitam penuh pekat.’ Namun, hanya dengan cara inilah diyakini satu bahwa transformasi personal bakal muncul bagai pelangi indah cerita kehidupan baru penuh harapan.
Bisa terjadi bahwa ‘geliat menipu diri’ terlanjurkan kita tebalkan. Atau sebenarnya kita juga tak pernah sadar bahwa kita telah diperdayai oleh ilusi-ilusi hidup penuh jebakannya. Menerima dan mengakui diri yang tak indah memang serasa pahit. Namun, kebesaran jiwa untuk memeluk ‘yang tak indah’ adalah awal berceriah di dalam dada. Penuh kelegahan.
Integrasi dua alur sisi kehidupan kita bakal bermuara pada keutuhan cerita dari ziarah kehidupan kita. Itulah yang diyakini sang bijak, “Kita menjadi dewasa dengan mengintegrasikan sisi terang dan sisi gelap cerita kita.”
Dengan memperjumpakan kedua narasi kehidupan itu, katanya, kita bakal sanggup mengubahnya dalam sudut rasa dan sudut pandang yang baru. Apa-apa yang terlalu kita banggakan dan andalkan sebagai kekuatan dan kebesaran dari diri dan hikayat hidup kita sebenarnya justru adalah kerapuhan dan kelemahan yang terbaca nyata. Sebaliknya, segala cerita ketakutan, tanpa daya, kelemahan serta ketidakhebatan bisa menjadi awal sebuah harapan baru.
Kata sang Bijak pula, “Di mana pun kita berada, bagaimanapun bingung dan berantakannya diri kita, di situlah titik tolak kita untuk melakukan perjalanan pulang.” Iya, pertama-tama bahwa kita berani pulang kepada diri sendiri. Sebab, telah banyak kali kita menipu dan mengakalinya dalam serba ilusi ‘seolah-olahnya.’
Iya, kita memang harus pulang ke diri kita sendiri sebagaimana ‘adanya kita dan apa adanya.’ Sebab “ke manapun aku pergi bayang-bayangMu mengejar. Bersembunyi di mana pun slalu Engkau temukan......”
Kita memang mesti bersahabat dengan diri sendiri. Dalam ketulusan dan keakraban... Dan?
‘Tidak kah kita bakal meraih fajar mentari, sekiranya kita berani dan tulus menerima perjalanan malam?’ (cf Kahlil Gibran).
Verbo Dei Amorem Spiranti
Pater Kons Beo, SVD |
Mari kita renungkan kata-kata St. Arnoldus Janssen (perayaan 15 Januari):
- Pendiri SVD : 1875
- Pendiri SSpS : 1889
- Pendiri SSpS-Ap : 1896
- "Tabahkanlah hatimu dengan gembira, jangan merasa cemas bila salib-salibmu sering-sering terlalu kasar, terlalu berat dan tajam pada sisi-sisinya. Semuanya akan berakhir, tapi ganjaran yang abadi tak kan ada kesudahannya."
- "Teguhkanlah hatimu dan percayalah kepada Allah. Sesudah hari-hari gelap akan menyusul hari-hari cerah. Anggaplah semuanya ini sebagai hal yang pasti."
- Sebagaimana seorang pengemis tidak dapat menyombongkan diri, kalau ia menerima pemberian-pemberian yang besar, demikian pula kita tidak boleh bersikap angkuh atas anugerah-anugerah Allah."
- "Berbahagialah orang yang tidak takut untuk hidup dalam ribuan pengorbanan dan kekurangan demi memperoleh banyak orang bagi Kristus."
- "Semakin banyak kita menghormati ROH KUDUS, kita semakin layak untuk menerima karunia-karuniaNYA."
St. ARNOLDUS JANSSEN,
DOAKANLAH KAMI
AMIN
Ayo Baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; MEMANG Itulah Kenyataan Hidup Yang Mesti Dihadapi
Ayo Baca juga yang ini; Renungan Harian Katolik; Bahaya Perangai Kasar, Nalar Semestinya Sehat
Baca juga di sini, Kisah Tentang Kita ;
Adalah Koperasi Simpan Pinjam Inklusi di Manggarai, 25 orang Penyandang Disabilitas telah menjadi Anggota KSP Credit Union Florette: Menyediakan Pinjaman Berbunga Rendah, melakukan Upaya Pemberdayaan Sosial Ekonomi (bisnis) dan mengajarkan Literasi/Melek Keuangan. Kerja sama dengan Yayasan Ayo Indonesia (Rumah Belajar) |
0 Komentar