![]() |
Santa Rita |
Suatu
Hari di ‘Kampung Kecil’ Cascia – Italia
-sejenak
merenung Santa Rita-
P. Kons Beo, SVD
Hidup Memang Satu Peziarahan
Perjalanan dari
stasiun bis Roma-Tiburtina akhirnya berakhir juga di Cascia, di Minggu 22 Mei
2022. Sempat beristirahat sejenak di kota Terni. Semua kursi busitalia itu terisi. Tertangkap sedikit
info. Ada tujuan khusus sekian banyak umat hari ini berziarah ke Cascia. Setiap
tanggal 22 Mei, Gereja memperingati Santa Rita. Dan di Basilika St Rita ‘kampung
kecil’ Cascia itulah jenasah St Rita ditempatkan.
Perjalanan sekitar
tiga jam lebih itu memang agak sedikit meletihkan. Apalagi mendekati Cascia,
antrean panjang kendaraan terasa. Sekian banyak peziarah hari penuh kerinduan
untuk ‘menyapa dan disapa’ St Rita. Saat berjalan mendekati
Basilika, memang terasa sudah ‘padat manusia.’ tumpah ruah.
Butuh kesabaran dalam
antrian padat itu. Syukurlah pada akhirnya ada kesempatan semenit dua berada
dekat dan berdoa di depan tempat St Rita dibaringkan. Tak bisa berlama-lama.
Sebab ada petugas yang segera mengatur agar antrian tetap dalam pergerakan.
Ada hal khusus yang
dibawa para peziarah yakni rangkaian mawar merah. Ditempatkan di depan makam St
Rita. Saya sendiri bertanya dalam hati mengapa mesti ‘mawar-mawar merah itu’
yang jadi persembahan dominan? Ada sesuatu yang unik
dari St Rita berkenaan dengan sekuntum mawar.
Lalu, apakah yang
khas dari hidup St Rita? Ia dilahirkan tahun
1381, dan wafat pada 22 Mei 1457. Cita-cita awal hendak menjadi seorang biarawati.
Namun ia harus taati keinginan kuat orangtua untuk menikah. Hidup bersama
suaminya, Paolo mancini, bukanlah kisah yang menyenangkan. Cobaan dan derita
harus dihadapinya.
Tekun dalam doa
dan kesabaran yang tinggi pada waktunya berpihak pada St Rita ketika suaminya
sungguh menyesal dan mau ‘hidup baik-baik.’ Sayangnya itikad baik suami ini tak
berlangsung lama. ‘Tradisi kekerasan’ tetap berlangsung. Sang suami akhirnya
mati mengenaskan dalam satu kisah pertumpahan darah.
Santa Rita, yang telah
kehilangan suaminya, mesti mendidik kedua putra untuk tidak ‘masuk dalam arena
balas dendam’ atas kematian ayah mereka. Kesabaran, nasihat dan doa-doa tak
kunjung putus St Rita berbuah indah. Tuhan melunakkan kedua hati anaknya untuk
tidak masuk dalam arena kekerasan ‘balas dendam.’ Namun, sayangnya, kedua
putranya itu (Giangiancomo Antonio Mancini dan Paolo Maria Mancini) meninggal
dunia karena sakit.
Kata-Kata
yang Menggugah
Maka, adalah
kesempatan St Rita untuk kembali pada cita-cita awal untuk menjadi biarawati.
Dan ia masuk menjadi biarawati Agustinian. Tetapi, apakah yang dapat kita
renungkan dari sekian banyak kisah-kisah spiritual yang dialami St Rita? Dalam
perayaan ekaristi siang hari jam 12.15, Pastor Duvan, OFM, yang memimpin
perayaan ekaristi, sekian indah dan mendalam mengantar umat dalam homilinya.
Pertama, apakah yang disebut
puncak kegembiaraan iman itu? Saat kita merasa telah tiba pada puncak sukacita,
ternyata kita sepertinya harus ‘terkapar jatuh’ untuk memulai lagi dari awal.
Dan itulah pengalaman iman yang dialami St Rita. Saat sang suami telah masuk
dalam puncak pertobatan, justru ia mesti kehilangan suaminya dalam kisah
kematian yang tragis.
Saat St Rita berhasil
mendidik hati kedua putranya untuk tetap lembut dan damai, ia justru ‘jatuh
lagi dalam rasa kehilangan amat dalam akan kematian kedua putranya. “Tak ada
yang hal kokoh yang dapat dipelajari dari St Rita selain kesabaran hati dan
imannya yang teguh,” kata Pasto Duvan, OFM.
Kedua, Bacaan Injil khusus
pada perayaan St Rita diambil dari Injil Yohanes, yang punya kalimat Yesus, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam
kamu” (Yoh 15:4) dan “Di luar Aku
kamu tidak dapat berbuat apa-apa..” (Yoh 15:5). St Rita punya kekuatan
hati dan iman untuk selalu ‘mencari dan mengalami Tuhan.’ Namun, Tuhan itu tidak dicari dan dialami ‘jauh dan di luar diri.’ Tuhan
selalu ada di dalam dirinya. Tuhan pun pasti ada dalam diri kita sebagaimana
kata Tuhan, “Aku tinggal di dalam kamu…”
Kata Pastor
Duvan, OFM, itulah juga yang menjadi permenungan spiritual St Agustinus, “Bahwa
jiwanya yang sekian haus akan Tuhan, dan St Agustinus mencari ke sana ke
mari dan ternyata akhirnya Tuhan
ditemukan dan dialami di dalam dirinya sendiri.” Hidup menjadi ‘kacau dan
rumit’ saat ‘Tuhan dikeluarkan dari
kesadaran hidup dan diri kita.’
Ketiga, Pastor Duvan, OFM
mengajak para peziarah untuk merenungkan ‘ciri khas patung St Rita dan
gambarnya’ yang selalu memandang salib. Pesan
yang diambil adalah bahwa terkadang kita sekian melaju dalam hidup dengan
segala harapan dan keinginan sendiri. Namun, tidak kah sering merasa kecewa dan
sepertinya didera alam tanpa harapan lagi?
“La
vita dovrebbe essere riletta alla luce della croce di Gesù.” Sungguh!
Hidup ini sepantasnya dibaca kembali dalam terang Salib Yesus. Andaikan St Rita
ikuti arus pikiran dan perasaannya sendiri untuk berhadapan dan mengalami
kenyataan hidup ini, maka ia pasti tak akan bertahan. Namun, ia terus memandang
dan tetap memandang salib. Dan segala jalan hidupnya akhirnya ‘mesti
ulang terbaca dalam cahaya salib Tuhan.’
Bukan kah kita merasa
letih rohani dan jasmani dalam hidup sebab kita hanya mau ‘pulang pada
kekuatan diri yang terbatas’ Dan tanpa memandang salib yang sungguh menguatkan?
Akhirnya…
Pengalaman indah hari
ini mesti ditutup dengan makan siang ceriah dengan anggur merah kesayangan.
Sayangnya, hampir setiap ristorante yang
saya masuk selalu bilang “tutto pieno! Gìa prenotato….” Semua
sudah penuh! Sudah dibooking…. Hampir saja saya mau bilang “Hari ini 22 Mei ini
bukan hanya St Rita yang dipestakan, tetapi saya juga rayakan Hari Ulang
Tahun..” hahaha.. ada-ada saja!
Alhamdulilah! Di satu
pojok jalan masih bisa ditemukan satu tempat untuk makan siang sederhana. Seperti biasa untuk tiramisu-nya, itu sekedar cuci mulut atau hidangan akhirnya, tetap
andalkan gelato, ya es krim tu…
Dalam perjalanan
pulang saya tetap teringat akan timbunan rangkaian kuntum mawar merah di sekitar
tempat St Rita dibaringkan. Hidup kita memang terkadang penuh keharuman
mawar. Namun tak pernah boleh lupa bahwa
kita mesti rasa terluka pula oleh duri-durinya yang menusuk. Atau pun bahwa
kita mesti dilewati kisah-kisah berduri untuk tiba pada semerbak kuntum
mawar. Kira-kira seperti itu…
Verbo
Dei Amorem Spiranti
0 Komentar