Header Ads Widget

Renungan Harian KATOLIK ; Persatuan dan kesatuan itu harus selalu dijaga dan dipelihara.




HATI YESUS MAHAKUDUS








Yeh 34: 11-16; Rm 5: 5b-11; Luk 15: 3-7

Pada hari ini kita bersama Gereja sejagat merayakan hari Raya Hati Yesus Mahakudus. Dengan melakukan perayaan hari ini atau perayaan apa saja, hendaklah kita tidak hanya merayakan Hati Yesus Mahakudus, Tetapi lebih dari itu, hendaklah kita bersatu atau menyatukan diri dengan Yesus. Kita perlu belajar mengikuti Yesus yang memiliki hati mahakudus.

Pertanyaannya, bila kita bersatu dan menyatu dengan Yesus, apakah yang dapat kita pelajari dan kita ikuti dari Yesus? Tentu amat idealis bila kita sama seperti Yesus memiliki hati mahakudus. Atau hati kita kiranya bisa menjadi kudus sama seperti hati Yesus. Memang hati Yesus amat mahakudus. Betapa luar biasa apabila hati kita sama mahakudusnya dengan hati Yesus.

Akan tetapi menjadi sama ‘mahakudus’ seperti hati Yesus, rasanya pasti amat sulit bagi kita. Orang kudus mungkin bisa mencapai tingkat kekudusan seperti Yesus. Tetapi kita bukanlah orang kudus. Kita manusia biasa-biasa saja, maka pasti kekudusan kita juga biasa-biasa saja.

Meskipun kita biasa-biasa saja dan kekudusan kita juga biasa-biasa saja, namun kita dapat menjadi kudus dengan belajar dari perumpamaan yang diceritakan oleh Yesus dalam Injil hari ini. Yesus bertanya: “Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba lalu kehilangan seekor, tidak meninggalkan yang 99 ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?” (Luk 15: 4).

Inti dari pertanyaan Yesus adalah supaya manusia berada bersama. Dengan kata lain, kita mesti bersatu bukan hanya dengan Tuhan, tetapi juga dengan orang lain, sesama kita.

Persatuan dan kesatuan itu harus selalu dijaga dan dipelihara. Tidak boleh ada yang cerai atau terpisah atau yang hilang. Perceraian, perpisahan atau kehilangan benar-benar bertentangan dengan kehendak Tuhan yang selalu berdoa: Ut unum sint: “Supaya mereka menjadi satu sama seperti kita” (Yoh 1&; 11).

Akan tetapi dalam kenyataan sehari-hari, selalu ada yang terpisah, cerai atau hilang. Mereka keluar dari persatuan dan kesatuan hidup dengan Tuhan dan dengan orang lain, baik dari Gereja maupun masyarakat.
Apa yang kita lakukan bila ada orang yang keluar dari persatuan dan kesatuan hidup bersama di dalam keluarga, gereja atau masyarakat? Pertama, janganlah kita memulai inisiasi atau melakukan inisiatif untuk menolak dan mengusir, memisahkan dan menceraikan orang lain. Jangan juga kita membuat orang lain terpaksa pergi dan menghilang dari hidup kita. Ada banyak alasan mengapa orang lain minta cerai atau minta pergi dari hidup bersama. Apa pun alasannya, kita tidak boleh menyebabkan orang lain berpisah, bercerai atau pergi menghilang dari kita.

Kedua, kalau orang lain sudah cerai, terpisah atau menghilang, janganlah kita masa bodoh atau tidak peduli. Justru kita harus pergi mencari orang yang hilang sampai orang itu kembali atau ditemukan. Kita tidak boleh terlalu keras hati terhadap orang-orang yang sudah bercerai atau berpisah atau hilang dari kita. Kita menjadi orang kudus bila kita siap mencari orang yang pergi dan menghilang dari kebersamaan dengan kita.

Tetapi lebih dari itu, apabila orang yang hilang mau kembali, hendaklah kita membuka pintu rumah dan pintu hati kepada orang yang dengan sadar ingin kembali. Bahkan kita harus berpesta untuk menerima setiap orang yang hilang tetapi mau kembali untuk bersatu dengan kita.

Sebagai seorang ksatria, Nasrudin bersiap-siap untuk pergi perang. Lalu ia berkata kepada temannya Nadus. “Tunanganku adalah gadis tercantik di dunia dan aku tidak bisa membayangkannya jika dia harus tinggal bersama orang lain ketika aku pergi berperang. Kamu adalah sahabatku terbaik dan aku percaya kepada kamu. Ini adalah kunci sabuk kesuciannya. Jika aku tidak pernah kembali, buka dengan kunci ini dan buka sabuk itu.” Ketika Nasrudin baru keluar dari rumah kira-kira 2 kilo meter, muncul SMS mendadak dari Nadus: “Teman, kamu memberiku kunci yang salah".

Berbeda dengan tafsiran Nadus, kunci untuk menjaga kesucian menurut Nasrudin adalah menjaga agar dia dengan tunangannya tetap utuh, tetap satu. Itulah suatu tanda kekudussan atau kesucian yang nyata, yaitu agar manusia tetap utuh bersatu dalam hidup bersama.

Doaku dan berkat Tuhan
Mgr Hubertus Leteng




Posting Komentar

0 Komentar