Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik ; SEGALA yang lama, yang usang, yang 'bikin hancur rasa' mesti dibuang.


Hasil wawancara dengan komunitas di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, perubahan iklim berdampak pada menurunnya hasil padi pada sawah tadah hujan dan kopi robusta/arabika sejak 5 tahun lalu. Bagi mereka kopi merupakan salah satu sumber pendapatan, menurunnya hasil kopi berpengaruh terhadap menurunnya pendapatan. Pada 3 tahun terakhir produksi padi di Kabupaten Manggarai Timur  menurun sebesar 18.24 persen dari 131.492,40 ton menurun ke angka 107.510,45 ton. Karena hasil padi dari sawah tadah hujan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan beras keluarga maka setiap keluarga di sana mulai bulan Juli hingga April membeli beras di Pasar Watu Nggong. Beruntung, sebagian dari mereka adalah sasaran dari bantuan PKH tunai dan sembako yang diterima setiap 3 bulan.

Kamis, 09 Juni 2022, (Pekan Biasa X, St Efrem, St Felisianus, St Joseph Anchieta, St Primus)

Pater Kons Beo,SVD

Bacaan I 1Raja-Raja 18:41-46,

Mazmur Tanggapan Mzm 65:10abcd, 10e-11, 12-13

Injil Matius 5:20-26

"Segeralah berdamai dengan lawanmu...." Mat 5:25

(Esto consèntiens adversàrio tuo....)


INI masalah benturan rasa dalam relasi. 'Tidak baku enak' dengan sesama sering terjadi. Ada banyak sebab di baliknya. Dan setiap kita mesti melihat semuanya dengan tenang. Demi temukan jalan keluar. Bukan kah kita mesti berdamai kembali?


TERNYATA sesama punya banyak kerterbatasan. Mereka acapkali  gagal untuk 'membuat kita bahagia dan tetap tersenyum.' Sebab itulah terkadang kita mudah untuk simpan amarah. Rasa dendam dirawat. Dan akibatnya, rasa terluka tetap saja bertahan.


DI TITIK inilah maka mengampuni adalah satu tindakan pembebasan. Ini tidak saja berarti bahwa sesama yang bersalah itu dibebaskan. Tetapi terlebih bahwa kita telah masuk dalam proses 'cuci gudang hati kita sendiri.' Artinya?


SEGALA yang lama, yang usang, yang 'bikin hancur rasa' mesti dibuang. Dendam, amarah, irihati, rasa dengki serta segala prasangka buruk mesti disingkirkan. Dan "mari kembali memandang sesama dalam KASIH."


TETAPI, ingatlah!  Bukan kah kita pun sering rapuh? Kita mudah menjadi sumber malapetaka yang merusak keteduhan hati orang lain? Sesama merasa tersudutkan karena kita tak bijak dan tertib dalam kendalikan lidah. Kata-kata kita sering tak terukur dan di luar kesanggupan rasa hati sesama untuk menampungnya.


INI belum lagi berkenaan dengan 'ketidaksederhanaan dalam sikap.' Itu berarti, cenderung menempatkan diri sendiri sebagai 'penguasa tiran yang menekan dan merendahkan orang lain' menjadi nyata dan sering terjadi. Ini sebenarnya  adalah ekspresi dari kesombongan dan keangkuhan diri yang mengental. 


TERAMAT sering kita tak sadar bahwa sesama 'terpaksa memilih pergi dan menghindar. Sebab ia tak sanggup bertahan di lingkaran keangkuhan diri punya kita itu. Ia tak merasa nyaman oleh segala bawa diri kita yang tak trampil ciptakan keteduhan dan kedamaian hati.


MAKA, mari segera berdamai dengan lawanmu itu. Mohon maaf dan pengampunan adalah satu sikap satria. Yakinlah, sesama tetap punya hati terbuka untuk berbaikan kembali. 


NAMUN, yang menjadi tugas pekerjaan hati kita adalah bagaimana mengatur alur kata-kata, sikap, serta segala bawa diri agar tidak ketagihan dalam kecenderungan untuk melukai dan menciptakan arena kabut permusuhan. 


BAGAIMANA PUN, saling mengampuni dan segera berdamai_ adalah kisah Kabar Gembira. Itulah satu peristiwa Injil yang mesti dinyatakan!


*Verbo Dei Amorem Spiranti*


Tuhan memberkati.

Amin

Posting Komentar

0 Komentar