Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik; TUHAN-LAH TERANG & SELAMAT-KU

Jumat, 16 Desember 2022 (Pekan III Adventus, St Adelaide)

Bacaan I Yesaya 56:1-3a.6-8

Mazmur Tanggapan Mzm 67:2-3.5.7-8

Injil Yohanes 5:33-36




"Yohanes adalah pelita yang bernyala dan bercahaya...."

Yoh 5:35

(Ioanis erat lucerna ardens, et lucens)


TUHAN-LAH TERANG & SELAMAT-KU



DI PENZIARAHAN hidup ini, dalam serba ketidakpastian, tetaplah teguh di hati. Ada terang bersinar. Ada cahaya pengharapan. Yang selalu tunjukan jalan.




CAHAYA itu selalu ingatkan kita: mana diri kita yang sesungguhnya, dan mana yang sebenarnya hanyalah bayangannya.


TIDAK KAH kita bertarung untuk menjadi diri kita yang seharusnya? Dalam segala daya yang diperjuangkan? Namun, terkadang kita tak maklum bahwa sebenarnya kita sering terperangkap hanya 'sebatas bayang-bayang.' Bukan pada yang 'kita semestinya!'




DI PUSARAN inilah kita mesti rindukan terang. Kita sepantasnya biarkan diri untuk 'ditangkap dan dipeluk oleh cahaya.' Hanya dengan cara itulah, mata batin kita jadi segera tahu antara sosok diri kita yang semestinya dan mana kah bayangannya.




DALAM hidup ini, ada sekian banyak orang hebat dan jempolan. Mereka itulah orang-orang yang berbudi luhur; yang setia di jalan iman; yang elegan dalam kesaksian hidup. Mereka yang sungguh yakinkan kita akan lembutnya Cahaya Kasih Tuhan yang sungguh menerangi. YOHANES PEMBAPTIS adalah 'pelita bernyala dan bercahaya.' Ia menjadi sinar harapan bagi umat Israel. Agar sanggup berjalan menuju Cahaya Kekal, yakni Tuhan sendiri.




CAHAYA iman Kristiani menuntut agar dibukakan 'pintu dan jendela rumah hati kita.' Hanya dengan itu, ia sanggup masuk untuk menerangi rumah hati kita.




HANYA dengan cara itu pula kita sanggup menyusuri jalan-jalan kehidupan ini. Cahaya itu akan tetap terus bersinar. Di dalam perjumpaan dengan sesama. Dan dan dalam pertemuan kita dengan dunia yang lebih luas.





Sabtu, 17 Desember 2022

(Pekan III Adventus, St Olympias)

Bacaan I Kejadian 49:2.8-10

Mazmur Tanggapan Mzm 72:1-2.3-4ab.7-8.17


Injil Matius 1:1-17


"Ketika mendekati ajalnya, Yakub memanggil anak-anaknya...." Kej 49:2

(Vocavit autem Iacob filios suos...)




SELALU ada kenangan indah. Pun membekas dan mendalam. Saat kebersamaan ini harus dipastikan berakhir. Ketika hari kematian datang menjelang. Tak terhindarkan.


YAKUB memanggil anak-anaknya. Semuanya berhimpun. Semuanya jadi satu dalam kebersamaan. Di seputar ranjang kematiannya.



DI SITU, tak ada harta berkelimpahan yang diwariskan. Tak ada kata-kata pembagian dari segala yang jadi kepunyaannya. Yakub punya harapan lain bagi setiap anaknya.


"HIDUPLAH sesuai namamu!" Itulah sekiranya yang dipesankan Yakub kepada anak-anaknya. "Yehuda mesti jadi segalanya." Bermartabat dan berwibawa dalam namanya sebagai "anak singa."


TAK ingat kah kita akan pesan-pesan akhir sesama? Dunia adalah panggung perjumpaan mahaluas. Semuanya lalu tertenun dalam kebersamaan. Keberelasian jadi tak terhindarkan. Namun, sejak itu pula keterpisahan jadi satu kepastian. Setidaknya pada saat akhiri kesementaraan di bola bumi.


BUKAN KAH yang kita pandang senyata-nyatanya saat kini, yang kita akrabi dalam pertalian batin, pada titiknya, berujung di muara akhir: TIADA LAGI?



JANGAN pernah akhiri hidup ini tanpa sedikit pun senyum pada sesama. Siapa pun dia. Itu setidaknya yang dapat dirakit dari kata hati Santa Muder Teresa dari Kalkuta.



SEKIAN banyak sesama telah membentuk kita hingga kita menjadi 'adanya kita seperti sekarang ini.' Pemberian diri mereka itu adalah rahmat Tuhan yang nyata kita alami.


PARA anak Yakub itu mesti membuang 'penghakiman' pada ayahnya, yang 'lebih mengasihi Yusuf, saudara mereka.' Namun, bukan kah kisah Yusuf, pada saatnya, menjadi jalan pembebasan dan kehidupan mereka semua.



ADA yang selalu tak dapat kita pahami seutuhnya dalam hidup. Yang kini kita 'benci dan tak suka' bisa terjadi pernah jadi 'bagian hidup kita yang menentukan.'



DAN kita tak pernah pastikan bahwa semua yang bakal datang, akan telak tepat sesuai pikiran dan harapan kita. Sebab hidup punya arus dan iramanya sendiri.



TETAPI, dari siapapun sesama, dalam kelebihan dan keterbatasan mereka, kita dapat belajar untuk menenun lembaran kehidupan kita. Dan itulah yang kita teruskan pada yang lain. Pada yang berikutnya.


Verbo Dei Amorem Spiranti
Maranatha
Tuhan memberkati.
Amin
Pater Kons Beo SVD


>

Posting Komentar

0 Komentar