Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI; Jalan Kebahagiaan Dalam Tuhan: Tak Mudah, Tetapi Bukannya Rumit…

Jalan Kebahagiaan Dalam Tuhan: Tak Mudah, Tetapi Bukannya Rumit…

Renungan Minggu, 29 Januari 2023


Adakah sesuatu yang luar biasa dalam Yesus? Yang sungguh membuat para murid dan pendengarNya sekian tertarik dan kagum? Tidak kah banyak pengajaran Yesus itu sungguh bentangkan sekian banyak tantangan? Dan terasa sulit pula untuk dimaknai?



‘Suara dari atas bukit’ yang diserukan Yesus adalah bagian dari litania ‘pengajaran sulit.’ Dan itu sungguh menuntut hati yang terbuka untuk menangkap semuanya.’ Siapa kah yang tidak merindukan keadaan hidup pribadi dan hidup bersama ‘yang serba bahagia’ dalam hidup ini?



Para murid, para pendengar Yesus, pun termasuk kita di masa kini, pasti mengimpikan dan bertarung untuk mencapai dan tinggal dalam keadaan berbahagia itu. Bahkan terdapat sekian banyak tesis harian dari apa yang diyakini sebagai satu keadaan berbahagia itu.


Siapa pun bisa merasa berbahagia dalam harta dan serba kepunyaan. Dalam kedudukan, pangkat dan jabatan. Pun dalam meraih tingkat pendidikan tertentu, serta dalam sekian banyak kesuksesan yang digapai. Ada kah sesuatu yang salah di balik tercapainya semua keberhasilan itu?



Tentu, tak ada yang salah di balik ‘rasa bahagia’ itu. Ketika semuanya diusahakan dalam perjuangan, ketekunan dan pengorbanan. Tidak kah kita mesti maju dan berkembang di dalam hidup pribadi dan dalam hidup bersama? Atau?


Adakah kita mesti terperangkap rasa iri hati atau jatuh dalam kecemburuan sosial bila melihat, dalam taraf tertentu, orang lain / sesama atau tetangga nampak berbahagia oleh apa yang diperjuangkannya?



Satu tawaran Injili tentang kebahagiaan dibentangkan oleh Yesus. Kebahagiaan seperti itu dilukiskan Yesus lewat jalan terjal dan berat: miskin di hadapan Allah, berdukacita, lapar dan haus akan kebenaran, kemurahan hati, suci hatinya, pembawa damai, teraniaya karena kebenaran, serta teraniaya dan difitnah segala yang jahat karena nama Yesus.



Ternyata, kebahagiaan bukanlah sekedar apa diraih. Ia bukan tentang ‘apa yang membenteng diriku.’ Yang membuat diri dan hidup ini aman terkendali serta sungguh terjamin. Kebahagiaan bukanlah narasi tentang ego yang sungguh nyaman dan tentram dalam ‘istananya sendiri-‘. Dan tak boleh ada tantangan apapun.


Justru sebaliknya, kebahagiaan sebenarnya adalah proklamasi kemerdekaan ego-diri dari tali temali kusut yang meliliti segala kenyamanan dan kedamaian palsu dalam hidup. Harta kekayaan tanpa ruang hati yang miskin di hadapan Allah akan menjajah sikap dan peri hidup yang sungguh berorientasi hanya pada harta dan kekayaan itu sendiri. Dan manusia bisa kehilangan sikap kepasrahan pada Allah dan kehilangan rasa peduli pada sesama.


Kebahagiaan, bila ditarik kesimpulan dari apa yang diajarkan Yesus sebenarnya pula satu jalan bagi para murid Yesus untuk turut merasa dan terlibat dalam memperjuangan nilai demi satu kehidupan bersama. Iya, demi kehidupan orang lain. Kita berbahagia saat kita berbagi, melepaskan, memberi, pun sanggup masuk dalam situasi sukacita sesama, pun dalam situasi sulit yang dihadapinya.



Dan lagi, kelemahlembutan mesti disikapi sungguh, ketika perang dan serba kekerasan semakin menjadi-jadi. Kebenaran mesti disuarakan dan ditegakkan saat kepalsuan gencar disebarkan.


Kemurahan hati mesti mengalir dari hati penuh solider, saat ingat diri serta rasa cemas mengenai hidup dan kepentingan sendiri semakin menebal dan tak terkendali. Demikian pun bahwa damai, cinta kasih dan kerukunan mesti tetap diusahakan, ketika dunia tetap saja dijadikan sebagai arena untuk menekan, menindas, menggertak, untuk ‘selalu bikin hidup tak nyaman’ terhadap ‘yang minor, sedikit, kurang, dan yang terpinggirkan.’


Tentu, jalan menggapai kebahagiaan (demi nilai, demi sesama, demi kepentingan yang lebih luas), bukanlah satu jalan selembut anak domba dan setulus merpati. Kata-kata pengajaran Yesus sungguh jelas:


“Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacitalah dan bergembiralah, sebab besarlah upahmu di surga”
(Mat 5:11-12a).



Tetapi, akan mudah dan sanggup kah kita menangkap apa yang diingatkan Yesus, Sang Guru agung? Bisa saja, kita merasa kita sungguh merasa ‘kecil dan tak berdaya.’ Barangkali saja kita terlalu merasa ‘bodoh dan tak berarti’ untuk hadapi tsunami gejolak dunia yang deru menggelora. Nyaris tiada henti ini.

Menggapai singgasana batin penuh bahagia dalam Tuhan, sungguh bukan lah perkara gampangan.



Kita simak kata-kata Nubuat Zefanya, agar kita dituntun untuk menggapai kebahagiaan dalam kekuatan Tuhan sendiri:

“Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati di negeri, hai semua yang melakukan hukumNya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati...”



Sungguh! Kehendakan dan pikiran Tuhan sepantasnya dicari dalam kerendahan hati. Untuk memaknai apa yang diajarkanNya, untuk menangkap apa yang Tuhan sikapi serta perbuatan-perbuatanNya.


Dan mari kita pun renungkan apa yang diingatkan Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus:

“Coba ingatlah bagaimana keadaanmu ketika dipanggil. Menurut ukuran manusia tidak banyak di antara kamu yang bijak, tidak banyak yang berpengaruh, tidak banyak yang terpandang. Namun, apa yang bodoh di mata dunia dipilih Allah untuk mempermalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia dipilih Allah untuk mempermalukan yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan hina bagi dunia, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah”
(1Kor 1:27-29).



Jika demikian, maka kebahagiaan sebagaimana yang diamanatkan Tuhan sungguh menjalan jalan, inspirasi dasar, serta cita-cita kemuridan di dalam Tuhan sendiri.



Verbo Dei Amorem Spiranti

Selamat Hari Minggu
Tuhan memberkati
Amin

P. Kons Beo, SVD







Posting Komentar

0 Komentar