Header Ads Widget

Pojok Kitab Suci ; Api Arang itu selamanya tetap Membara

 

Api Arang itu selamanya tetap Membara

cf Yohanes 21:9

“Di mana ada kehidupan, di situ ada harapan…”

Cicero, filsuf-orator Romawi, 106 – 43 BC

Bible Corner, Paskah III, Minggu 01 Mei 2022

Foto Pater Kons Beo, SVD
P. Kons Beo, SVD

Tuhan tetap Mencintai dan Mencari Para MuridNya

Paskah harus tetap menjadi kisah kehidupan. Dan kisah mulia itu mesti terus dinyatakan. Dan itulah yang diperbuat Yesus “sesudah bangkit dari antara orang mati” (Yoh 21:1). Yesus mewartakan kebangkitanNya terutama melalui penampakanNya. Tetapi, apakah yang istimewa dari penampakan Yesus setelah bangkit mulia jaya?

Tak pernah dikisahkan dalam Injil bahwa Yesus menampakkan DiriNya pada kaum elitis Israel. Tak juga kepada para prajurit dan penguasa asing Romawi yang menjatuhkan hukuman mati padaNya. Tidak. Nampaknya Tuhan mesti kembali membangun ‘puing-puing bangunan kemuridan’ yang terserak dan tercerai-berai oleh kisah derita dan kematianNya.

Sebab itulah Tuhan yang bangkit itu mesti kembali untuk mendapati para muridNya. Tuhan mesti kembali pada kisah awal pertemuanNya dengan murid-muridNya. Dan bukan kah para murid itu adalah ‘kumpulan anak-anak pantai Danau Tiberias?’ Yohanes penginjil mencatat nama-nama mereka: Simon Petrus, Thomas yang disebut Didimus, Natanael yang dari Kana, anak-anak Zebedeus, dan dua orang murid Yesus yang lain (Yoh 21:2).

Mari kita renungkan kisah penampakan Tuhan di pantai Danau Tiberias itu…

Pertama, kematian Tuhan bukanlah akhir segalanya! Kisah kematian Yesus, Tuhan dan Guru, sepertinya menjadi sebuah proses antiklimaks bagi para murid. Saat mereka harus kembali ke jalan hidup semula. “Aku pergi menangkap ikan” (Yoh 21:3). Itulah yang dikatakan Petrus kepada teman-temannya, yang lalu serentak menanggapinya, “Kami pergi juga dengan engkau.”

Apa artinya sebuah panggilan untuk berubah dari “penjala ikan menjadi penjala manusia” (cf Mat 4:19) jika harus kembali lagi ke area danau untuk tetap menjadi penjala ikan? Tetapi, itulah keputusan terbaik para murid untuk pulang pada irama hidup sebelumnya.

Namun, penampakan Yesus ingin memastikan bahwa gema suara panggilan untuk mengikutiNya terlalu tangguh untuk sebuah keputusan dan tindakan dari para murid untuk kembali ke ‘alam Tiberias.’ Yesus, Tuhan dan Guru, tetap ‘ingin memiliki para muridNya yang menyangkal, yang lari meninggalkanNya dalam serba situasi tak pasti.’ Sebab kasih Yesus tetap kokoh untuk menjumpai para murid. Tanpa syarat.

Kedua, di jalan kembali ke kehidupan awal, di malam itu ternyata para murid “tidak menangkap apa-apa” (Yoh 21:3). Itulah kisah di suatu malam yang sia-sia. Mungkin kah Simon Petrus cs tak tahu lagi akan alam danau untuk harus bagaimana menangkap ikan?

Dan Yesus, Tuhan, yang tampakan Diri di pantai danau tak sedikit pun memperkenalkan Dirinya.  Tuhan hanya meminta apa ‘yang tak dipunyai para murid, yakni lauk pauk.’ Dari para murid, Tuhan butuhkan sesuatu sebagai makananNya, yang ternyata tak mereka miliki.

“Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka kamu akan memperoleh” (Yoh 21:6) adalah kata-kata Tuhan demi membangun kembali harapan baru. Dan apa yang dialami oleh para murid dengan ‘menangkap sejumlah besar ikan’ adalah dasar kekuatan iman dan harapan di dalam Yesus.

Kita tak mungkin berziarah dalam iman tanpa ‘kata-kata harapan’ yang datang dari Tuhan. Benturan kehidupan dapat saja terjadi saat kita hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri. Kita bisa saja bagai para murid ‘yang menebar jala di tempat yang salah.’ Dan pada titiknya hanyalah kesia-siaan yang kita alami. Kita pun ‘tak menangkap apa-apa, tak ada hasil, dan tak mendatangkan sukacita yang sesungguhnya.’

Ketiga, tetapi inti dari kisah penampakan Tuhan itu bukanlah sekian banyaknya jumlah ikan yang ditangkap! Yesus yang hidup ingin tegaskan kembali kekuatan SabdaNya yang mesti didengar dan ditaati  oleh para muridNya. Seruan dari murid yang dikasihi bahwa “Itu Tuhan!” (Yoh 21:7) adalah satu penegasan ungkapan iman.

Kita bisa saja berhadapan dengan sekian banyak situasi dan keadaan di mana segalanya terasa hampa. Kepasrahan pasif terasa nyata saat kita merasa segala sesuatu sebagai sia-sia. Namun, tidak kah kita tetap punya harapan untuk kembali berujar “Itu Tuhan!” Itulah Tuhan yang sungguh hadir dan tampakan sukacita baru bagi kita dan bagi siapapun?

Di tengah-tengah kesuraman hidup, kita terpanggil untuk tajamkan kembali suara hati kita untuk menangkap pesan iman dari siapapun bahwa “Itu Tuhan…” Bersyukurlah pada sesama-sesama kita. Sebab melalui mereka lah kita dihantar untuk mencapai ‘Yesus yang bangkit dan menang jaya.’ Mereka telah tunjukan kesaksian bahwa Yesus tak pernah mati dan binasa. Ia tetap hidup selamanya. Dan memenangkan kita pula dari segala kedurhakaan.

Tetapi, tetap disadari bahwa betapa tak gampang bagi kita sendiri untuk menunjukkan dan memberikan kesaksiaan tentang “Itu Tuhan…” Sanggup kah kita bertahan untuk memberi kesaksian tentang “Itu Tuhan yang hidup” dalam berbagai situasi penuh kerumitan? Saat terjadi kekerasan, perang dan pertikaian, penindasan, ketidakadilan yang menekan, pelanggaran berat akan HAK seperti perdagangan manusia, serta variasi sikap dan tindakan intoleran-diskriminatif?

Keempat, melarikan diri dan menjauhi Tuhan yang derita tetap menjadi ancaman serius akan spirit kemuridan. Demikian pun halnya rasa kecewa dan putus asa akan ‘Tuhan yang kalah menggetirkan di atas palang salib hina.’ Kembali ke ‘alam lama danau Tiberias’ bisa menjadi tafsiran bahwa segala sesuatu yang telah dimulai dalam Yesus telah berakhir. Tetapi, bukan kah tetap ada tanda yang membawa harapan baru?

Ternyata mata para murid dapat menangkap adanya “api arang, dan di atasnya ada ikan serta roti” ketika mereka tiba di darat (Yoh 21:9). Dan di kesempatan itulah, dapat ditafsir, spirit kemuridan sebagai pengikut Kristus dihangatkan dan dinyalakan kembali. Di situlah kekuatan diri untuk kembali mengikuti Yesus disegarkan dengan ‘roti dan ikan baru’ dalam Yesus.

Pada Yesus selalu ada ‘api arang serta roti-ikan’ yang memberikan harapan akan kehidupan. Yakinlah bahwa itu adalah sebuah panggilan bagi para murid dan bagi kita sekalian untuk ‘tahu melayani dan memberi makan kepada sesama’ (cf Mrk 6:37). Sayangnya bila ‘’roti dan ikan” yang kita miliki hanya tersembunyi dalam ‘lemari es diri kita sendiri.’ Sebab dalam diri kita tak ‘ada api arang yang membara’ demi kehangatan dalam semangat solider demi memberi kepada yang sungguh berkekurangan dan amat membutuhkan!

Akhirnya…

Yesus, Tuhan yang bangkit itu sungguh tampakan DiriNya kepada para murid, kepada kita semua sebagai pengikutNya. Dalam Tuhan yang bangkit kita tetap diperbaharui dalam semangat mengikutiNya. Jika semangat kita nyaris padam, Tuhan tetap siapkan ‘api arang’ untuk kembali hangatkan jiwa dan seluruh diri kita. Demi tetap mengikutiNya dan tetap melayani dunia dan sesama. Dalam semangat yang tak pernah pudar. Penuh harapan. Dan, selama kita masih hidup, kita masih tetap memiliki harapan. Itu yang dapat kita tangkap dari Cicero…

 

Verbo Dei Amorem Spiranti

 

Tuhan memberkati.

Amin. Alleluia.

 

 

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar