Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik; TUGAS mulia kita hanyalah satu, Pertebalkanlah keyakinan kita akan pilihan kita sendiri

Rabu, 16 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Eucherius dr Lyon, St Getrudis, Beato Gratia Cattaro, St Margaretha dr Skotlandia)
Bacaan I Wahyu 4:1-11
Mazmur Tanggapan Mzm 150:1-6
Injil Lukas 19:11-28





"Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami...."
Luk 19:14



Baca juga yang ini : Renungan Harian Katolik: KATA si bijak, "Tidak semua hal dalam diri yang mesti diungkapkan


SUDAH baku dalam hati. Dipaku mati sebagai kepastian. Terasa sulit untuk dilembutkan lagi. Kita telah garansikan diri sendiri dengan semua apa yang menjadi keinginan dan pilihan.


HIDUP terkadang terbatas hanya di lintasan 'mau atau tidak mau.' Dan itu sungguh tak terbantahkan! Setiap kita punya alasan. Tentu atas dasar pertimbangan ini itu dan sana sini.




TENTU ini semua tidak boleh tertatap sebagai kerangka atau forma yang berisi asal suka atau asal tidak suka. Sebab jika tidak, pilihan kita hanyalah sebatas "rasa suka atau rasa benci." Dan lebih parah lagi bila di balik semuanya ada siasat demi amankan kepentingan sendiri dan kelompok. Dan itulah yang ramai terjadi.


Baca juga yang ini; Renungan Harian KATOLIK; Virus kebencian dan permusuhan berkembang subur.


TUGAS mulia kita hanyalah satu. Pertebalkanlah keyakinan kita akan pilihan kita sendiri. Demi sebuah masa depan yang lebih ceriah. Ini berarti bahwa kita ingin 'sungguh bersatu hati dengan damai dengan apa yang menjadi pilihan kita.'




NAMUN, lebih banyak terjadi, kita terlalu aktif dan gesit untuk memaki-maki dan menelanjangi siapa pun 'yang tak ada tempat di hati kita.' Dan, rasanya, dinamika dari praktek seperti ini sulit untuk berakhir.


"MEMILIH RAJA' atau katakanlah pemimpin, yang akan memimpin dengan damai, tenang serta arif, terlalu sering berawal dari aksi-reaksi gontok-gontokan yang tak sehat, bahkan sadis. Sikut-sikutan jadi tak terhindar. Bahkan dianggap wajar.




KITA terlalu overdosis untuk 'memuliakan yang jadi pilihan kita.' Ini bisa saja dianggap wajar, walau acap kali tak masuk akal. Namun, pada saat yang sama, sayangnya, itu tadi, kita sekian berselera bahkan bernafsu sekali untuk melabrak yang lain tanpa ampun.


SEGELINTIR orang Yahudi tak menghendaki "DIA menjadi Raja atas mereka." Ada alasan tersembunyi di balik semuanya ini. Apakah karena rasa penuh kebencian semata? Karena ketakutan? Karena ketidaknyaman akan segala kepentingan yang mesti dilanggengkan?


Baca juga yang ini; Pater Kons Beo SVD ; “Tuhan, Buatlah Hati Kami Selalu Berpadu”

KITA semua tetap berjuang untuk mengakuiNya sebagai "Raja kita." Raja yang menguasai dan mengubah hati dan semangat hidup kita menjadi baru. Dunia banyak kali menolak dan tak mau melihatNya sebagai Raja.




SEBAB dunia seperti itu lebih memilih pedang dan kekerasan. Lebih berkiblat pada kekacauan, fitnah, iri hati serta kebencian. Dunia seperti itu tak punya nyanyian perdamaian, selain seruan-seruan yang menghancurkan.

Dan kita, tetap berikhtiar untuk tetap menjunjungNya sebagai Raja.




Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati. Amin.




Posting Komentar

0 Komentar