Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik; Hidup punya irama dan rahasianya sendiri, dan kita tetaplah 'insan terbatas.'

Sabtu, 19 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Nerses, St Rafael Kalinowski)
Bacaan I Wahyu 11:4-12
Mazmur Tanggapan Mzm 144:1.2.9-10
Injil Lukas 20:27-40



"IA bukanlah Allah orang mati..."
Luk 20:38
(Deus autem non est mortuorum...)



Baca juga yang ini; Gema Piala Dunia Qatar 2022: Sukacita Tipis dalam Kebisuan Tebal


KITA memang tak sanggup 'tutup mata.' Dalam hadapi kisah-kisah hidup yang nyata. Kepedihan kita alami. Tantangan dan berbagai kenyataan pahit tetap 'setia mengikuti.'


BANYAK suara pengharapan terdengar. Datang menyapa. Memberi peneguhan. Membesarkan keyakinan. Dan kita menangkapnya penuh perhatian. Demi kembali berlangkah. Dalam semangat baru.




SELAMA di kefanaan, kita tetaplah dalam irama hukum alam. Hidup punya irama dan rahasianya sendiri. Dan kita tetaplah 'insan terbatas.' Sakit, derita, keletihan, serta ketakberdayaan adalah alur fisik yang jadi 'jalan hidup tak terhindarkan.'




KITA terkadang bisa terperangkap dalam 'merasa diri istimewa teramat sangat.' Bahwa dalam kehidupan, kita mesti selalu 'luput dari segala kekurangan dan derita.' Dan, bukan kah kita terus bertarung untuk hanya membuktikan bahwa 'kita tak letih, tak menderita, berkekurangan, dan tampak awet dan OK di segala titik?'

TERDAPAT sekian banyak reaksi miris terhadap pengalaman kehidupan 'yang terlanjur telah kita istimewakan.' Dan semuanya itu bisa musnahkan harapan dan turunkan semangat di dalam hidup. "Kita boleh berharap, ternyata...; kita boleh percaya setengah mati, padahalnya..."




DI TITIK ini, sepantasnya kita bongkar semua keyakinan yang kita bangun tentang 'keistimewaan itu.' Kita bukanlah insan penuh istimewanya. Dan, tak usahlah 'penjarakan sesama' dalam berbagai keistimewaan.




MARI kita semua berkarib sebagai 'sesama manusia yang biasa, setara, semartabat, senasib dan sepenanggungkan.' Kita tetaplah semartabat di hadapan "Allah yang hidup; yang berkuasa mutlak atas isi kehidupan ini.


Allah yang kita imani adalah asal 'kita menjadi hidup; dan di dalam DIA, kita selanjutnya terus berarak menuju kehidupan abadi. Apakah yang kita istimewakan di dalam jalan hidup ini? Apakah yang kita andalkan demi mengalami 'sepotong' aura kedamaian dalam hidup?




BIARLAH kita kembali menjadi 'orang biasa.' Demi mengalami Allah yang hidup, yang Sempurna dan Abadi. Dan sungguh 'menghidupkan kita.' Sebab hanyalah DIA-lah yang teramat istimewa! Selamanya.




Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati. Amin


Posting Komentar

0 Komentar