Header Ads Widget

Layanan Pastoral Diakonia Pemberdayaan Ekonomi Umat Paroki secara inklusi




Proyek kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan Steyler Missionprokur SVD Swiss


Proyek berjudul Peningkatan Pertanian, Kesehatan, Pendapatan, dan Kapasitas Paroki telah berkontribusi dalam implementasi layanan pastoral transformatif melalui pemberdayaan ekonomi umat di Keuskupan Ruteng. Proyek ini telah ikut terlibat secara aktif pada layanan diakonia pemberdayaan Sosial Ekonomi bagi Umat Katolik di 15 Paroki atas dukungan Steyler Missionprokur, SVD Swiss.

umpungjayasiar.com, Ruteng. Program pemberdayaan diakonia di bidang sosial ekonomi umat paroki telah menjadi gerakan bersama dari paroki-paroki di Keuskupan Ruteng. Karya pastoral telah berubah dari liturgi sentris menjadi layanan diakonia yang lebih berfokus pada pengentasan masalah kemiskinan dan degradasi lingkungan.

Layanan pastoral kontekstual sudah diterapkan oleh gereja Katolik di Keuskupan Ruteng setelah SINODE III tahun 2015, tujuannya untuk mengatasi kecemasan umat Katolik tentang masalah sosial dan lingkungan, seperti perdagangan manusia, penjualan tanah pertanian kepada investor, meningkatnya jumlah suami dan istri yang mencari pekerjaan di luar Flores meninggalkan anak-anak mereka di rumah karena kesulitan/tekanan ekonomi dan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan menebang pohon di hutan untuk membuka lahan pertanian.

Dalam dokumen SINODE III dari Keuskupan Ruteng Tahun 2015, Gereja Katolik berkomitmen untuk memberi perhatian serius terhadap permasalahan-permasalahan social ekonomi dan mendorong umat paroki bekerja sama sebagai persekutuan Gereja untuk mengatasinya.

Pada pertemuan-pertemuan pastoral di tingkat Vikariat yang dilaksanakan secara regular setiap tahun, tergambarkan dengan jelas bahwa telah terjadi perubahan positip terkait layanan pastoral di paroki-paroki. Jumlah paroki yang melaksanakan pelayanan pastoral diakonia pemberdayaan terus meningkat, sebesar 40 persen. Pengembangan Pertanian organik menjadi pililhan dalam layanan diakonia, tujuannya adalah untuk peningkatan Ekonomi, Gizi dan memperbaiki mutu lingkungan hidup. Kegiatan ini telah menjadi gerakan bersama seluruh Paroki di Keuskupan Ruteng. Selain itu, upaya mendorong paroki lain untuk melakukan pelayanan pastoral diakonia dilakukan secara berkesinambungan dan konsisten.

Pada titik ini, peran proyek adalah berkontribusi untuk mempromosikan pendekatan pemberdayaan tersebut ke beberapa Paroki.

Penanggung jawab utama pelaksanakan diakonia di tingkat paroki secara formal adalah seksi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE), namun sebagian besar personel dari PSE belum bekerja secara maksimal karena kapasitasnya terkait pemahaman tugas dan tata kelola PSE masih perlu ditingkatkan.

Peran Seksi PSE sangat strategis untuk menunjukkan keberpihakan gereja terhadap umat paroki yang masih hidup di bawah garis kemiskinan melalui karya sosial karitatif dan pemberdayaan. Kegiatan Pemberdayaan lebih menjadi perhatian utama untuk meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian dari umat.

Upaya-upaya memaksimalkan peran PSE terus dilakukan agar persoalan-persoalan Sosial Ekonomi umat diatasi secara bersama-sama antara Awam dan Klerus yang didasari oleh semangat persekutuan umat Allah.

Dampak dari penerapan layanan pastoral diakonia pemberdayaan pada proyek ini sudah mulai dirasakan oleh sebagian kecil umat. Cerita sukses dari 2 petani disajikan di bawah ini sebagai bukti akan hal itu.


Orang muda berhasil bisnis Tempe dari Paroki Tanggar.


Ibu-Ibu sedang mengelola Tempe/Foto RR

Arnoldianus Katung, 32 tahun, tinggal di stasi Null, Paroki Tanggar, Keuskupan Ruteng mengalami perubahan dalam hidupnya setelah bergabung dalam program diakonia pemberdayaan dari Yayasan Ayo Indonesia yang bekerja sama dengan Paroki Tanggar. Berkat dukungan dari kedua lembaga tersebut dia sukses menjalankan usaha tempe sebagai sumber pendapatan dari keluarganya.

Yayasan Ayo Indonesia, ungkap Noldi ayah dari 2 orang anak ini, telah menunjukkan kepadanya satu pengalaman penting bahwa mencari uang untuk menghidupi keluarga tidak mesti bekerja di luar daerah, meninggalkan keluarga dan kampung halaman, misalnya bekerja di Jawa, Kalimantan atau Malaysia. Banyak peluang usaha yang bisa ditangkap hanya butuh keberanian, ketekunan dan kesabaran. Dia mengakui banyak anak muda dari desanya pergi bekerja di luar, mereka tidak ingin lagi menjadi petani atau menciptakan pekerjaan.

Noldi :Ruang Fermentasi Tempe/Foto RR

Perubahan dalam hidupnya saat ini, punya usaha sendiri tidak terlepas dari keterlibatan Paroki yang mau bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang mempromosikan layanan diakonia pemberdayaan.

Suatu hari, kisah Noldi, pak Stef, salah satu Staf dari Yayasan Ayo Indonesia datang ke rumahnya dan bercerita tentang pengalaman petani lain yang telah berhasil menjalankan bisnis sayuran organik dan tempe.

Kemudian, lanjut Noldi melalui pendekatan belajar Farmer to Farmer, dia membawa saya ke salah satu petani sukses binaan Yayasan Ayo Indonesia di Kampung Maras, Paroki Rentung, namanya Hubert Cupung. Hubert menjadi inspirasi bagi saya karena dia memulai bisnis sayur-sayuran dari nol. Saat kunjungan itu kepada saya dia mengatakan bahwa Yayasan Ayo Indonesia mengajarinya tentang cara survei pasar untuk mencari peluang pasar dan membuat rencana bisnis yang sederhana.

Lebih lanjut Noldi menceritakan bahwa setelah kunjungan studinya ke Hubert, saya meminta Pak Stef, staf lapangan dari Ayo Indonesia di Paroki Tanggar untuk mengajarinya tentang analisis bisnis tempe dan pembukuan harian yang memuat informasi terkait pengeluaran dan pemasukan.

Ia memilih usaha kecil ini sangat masuk akal karena tidak ada yang berjualan tempe di sekitar Paroki Tanggar.

Kemudia Ia memulai usaha ini dengan membeli 10 kg kedelai sebagai bahan baku, tempe yang dihasilkan dari 10 kg tersebut ludes terjual dan permintaan konsumen terus meningkat sebab menurut pembeli tempe buatan noldi rasanya enak dan harga terjangkau

“Saya semakin bersemangat untuk mengembangkan bisnis tempe, karena yakin bahwa usaha kecil ini dapat meningkatkan Pendapatan (ekonomi) keluarga saya. Untuk merespon permintaan tempe yang cenderung meningkat maka saya dan isteri saya sepakat untuk mempekerjakan 3 orang perempuan di bagian produksi dan 5 orang anak muda di bagian penjualan keliling menggunakan sepeda motor ,”cerita Noldi.

Usaha tempe ternyata bisa menghidupkan 8 orang muda dari kampung Null. Setiap hari mereka mengolah 50 Kg kedelai untuk memproduksi tempe dengan target omset harian sebesar 2 juta rupiah.

Diakonia inklusif dalam pengembangan pertanian organik di Paroki Watu Nggong

Dampak dari Program diakonia pemberdayaan, tidak hanya dialami oleh umat katolik di stasi Ntaram, Paroki Watu Nggong. Husni Handur menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Yayasan Ayo Indonesia yang telah mendorong umat Islam di Kampung Ntaram untuk bergabung dengan kelompok tani Mekar Hijau Nelo di Desa Golo Ngawan. Jumlah anggota Kelompok 24 orang, 16 orang beragama Katolik dan 8 orang Muslim.


Kelompok Inklusi sedang tanam sorgum di Ntaram/Foto RR


Kelompok tani ini telah membudidayakan berbagai jenis sayuran di lahan mereka dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan, gizi dan meningkatkan kualitas tanah.

Umumnya, lahan yang mereka gunakan untuk menanam berbagai jenis sayuran saat ini, sebelumnya adalah sawah tadah hujan, yang hanya bisa ditanami padi jenis lokal setahun sekali, pada musim hujan.

Husni Handur, 56 tahun yang dipercaya sebagai Ketua Kelompok Tani Mekar Hijau mengatakan, upaya bersama anggota kelompok saat ini sangat bermanfaat terutama untuk meningkatkan pendapatan dan akses keluarga terhadap sayuran sehat.

Sumber pendapatan utama keluarga kami selama ini, kata Husni berasal dari tanaman kopi dan cengkeh, namun sekarang dengan bercocok tanam sayuran di kebun, sumber pendapatan dan nilai pendapatan tahunan kami meningkat.

“Sejak Februari 2019 saya sudah menjual tomat, buncis, kacang panjang dan sawi ke Pasar Watu Ngong, total pendapatan dari penjualan sayur-sayuran ini Rp 2,9 juta per musim tanam (4 bulan). Padahal, ketika tanah itu ditanami padi, hasilnya hanya 150 Kg beras, kalau kita jual beras sebanyak itu, bisa dipastikan hanya mendapatkan uang, sebesar Rp 1,5 juta. Jadi nilai ekonominya jauh berbeda dari hasil usaha sayur-sayuran,” kata Husni, ayah dari 2 orang anak ini.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, karena mendapatkan uang yang cukup besar dari berjualan sayur-sayuran, saya dan istri saya kemidian memutuskan untuk menanam sayur dengan menerapkan pola tanam mingguan yang diajarkan oleh Richard Haryanto, staf lapangan dari Yayasan Ayo Indonesia yang bekerja sebagai pendamping lapangan di Paroki Watu Nggong dan Lengkong Ajang.

Usaha sayur-sayuran organik, kata Husni, sangat menjanjikan untuk meningkatkan perekonomian keluarga karena permintaan pasar cukup tinggi bahkan ada dua pedagang sayur yang datang langsung membeli sayur di kebun dengan harga jual yang bagus.



Bapa Husni, Kampung Ntaram

Namun, lanjut Husni, tantangan kita sekarang adalah perubahan iklim; musim kemarau semakin panjang, padahal pada tahun 2017 dan 2018 musim hujan jatuh pada bulan September. Dampak dari keadaan ini debit air turun drastis dan hanya bisa digunakan untuk kebutuhan minum, selain itu menurut Husni, akhir musim hujan tahun ini berdampak pada penurunan hasil kopi arabika dan robusta.


“Saya sangat beruntung, ketika Richard Haryanto, seorang staf lapangan dari Yayasan Ayo Indonesia, memperkenalkan satu teknologi sederhana yang murah, yaitu arang sekam dan terpal sehingga saya bisa menanam sayuran di musim kemarau dengan kondisi ketersediaan air yang nampaknya cenderung berkurang. Dua teknologi sederhana itu adalah untuk memastikan efisiensi penggunaan air. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Yayasan Ayo Indonesia, SDW dan MisionProkur SVD Swiss yang telah membantu kelompok kami melalui pelatihan-pelatihan, kunjugan belajar ke petani lain dan pendampingan yang bersifat motivatif dan teknis untuk meningkatkan sumber dan jumlah pendapatan,” ungkap Husni.




Penulis: Rikhardus Roden Urut




Diakonia Pemberdayaan : Mengembangkan usaha sayur-sayuran untuk tujuan Ekonomi, Gizi dan Ekologi (3-i).

Membangun Manggarai untuk Indonesia.

Yayasan Ayo Indonesia-Missionprokur SVD, Swiss










Membangun Kemandirian






Lejong adalah cara untuk membangun keyakinan




Kita berbicara tentang KITA dan ALAM







Posting Komentar

0 Komentar