Header Ads Widget

Satu Permenungan Iman KATOLIK; Ibuku Tetap Menatap dan Memeluk Salib Tuhan


-satu permenungan-

"Seringkali ketidakberdayaan dan kerentanan seorang anak memunculkan hal terbaik dari diri kita:
(Ratu Elizabeth II, Inggris, 1926 - 2022)


Tak ada yang cacat di hati seorang ibu. Demi memandang anak yang dikandung dan lalu dilahirkannya. Dirahiminya penuh sabar. Dilahirkannya dalam pertarungan jiwa-raga. Sebegitu tipis batas antara nafas hidup dan ajal. Kelahiran memang adalah 'muara air mata, darah dan keringat' yang mesti berkarib demi kehidupan baru.

Rahim ibu adalah miniatur dunia yang teduh, damai dan tenang. Hidupnya adalah ziarah panjang perjuangan dalam setia. Warna pengorbanan telah jadi kisah-kisah harian yang tak pernah lapuk. Ibu selalu ingin rindukan anaknya hidup. Dalam ceriah yang tak boleh pudar. Itulah aura Kasih seorang ibu.

Seorang ibu pasti tahu akan sebuah jarak panjang yang bakal terbentang. Saat ia menuntun sang anak berlatih melangkah, ia telah awali satu kisah perpisahan yang bakal tak terhindarkan.

"Anakku, kutuntun engkau tertatih-tatih berlangkah. Sambil kutebalkan keyakinan di hatiku sendiri bahwa di suatu saat nanti: Jarak fisik itu sungguh jadi satu keniscayaan! Tak terhindarkan. Dan, anakku, engkau, akan terus berlangkah, untuk terus semakin menjauh. Namun, di suatu saat nanti engkau pasti akan kembali dalam ingatanku penuh nostaligia."

Baca juga yang ini; Satu Permenungan dari Seorang Imam Katolik: Kebenaran Itu Tak Akan Pernah Tersekap

Ibu tak pernah tinggalkan anaknya berjalan dalam kerangka hidup nan gersang. Ibu menyirami jalan-jalan hidup sang anak dalam kesuburan harapan di dada. Ibu merawat ziarah hidup sang anak dengan doa-doa penuh hangat di sanubarinya. Tak kunjung putus. Tak pernah sepih dan letih di hatinya untuk memberkati sang anak.
"Anakku tetaplah yang terbaik dan bening dalam pertarungan dunia yang makin beringas. Dalam segala letih lesuh, sesak dan tersengal nafas di dada."

Ibu tak ingin biarkan sang anak menembusi kegelapan malam. Sambil terus mencari yang sia-sia. Tanpa tersorot lembut oleh cahaya redup dan remang-remang si kunang-kunang. Sementara itu rembulan pun sudah jadi enggan mengintip di balik awan-awan maut. Walau sekedar membiaskan sepotong cahaya harapan. Rembulan memang sudah irit muncratkan sinarnya.


"Ibuku sungguh luar biasa. Ia teguh dalam iman walau penuh goresan di hati. Ia tetap bertahan dalam kesederhanaan penyerahan diri yang kokoh. Anak, bagi ibuku, adalah 'kepercayaan dari Sang Khalik' yang mesti dimeterai dalam sukacita penuh harapan. Tak pernah boleh pasrah dalam keputusasaan.


Kuyakin ibuku tetap memandang dan memeluk salib Tuhan. Adakah yang terindah di balik "Yang Tersalib?"

Tuhan titip pesan suara teramat dalam! "Ibu, inilah anak (anak)mu" Itulah gema kehidupan. Pesan demi masa depan. Itulah kata-kata penuh harapan. Mesti disuburkan ibuku dalam tanggungjawab, cinta dan perhatian.

Tetapi ada hal yang tak pernah kutahu pasti. Bahkan tak dapat kupahami. Seberapa besar dan dalamnya kesabaran hati ibuku. Ia yang tak pernah mengeluh. Yang tak pernah suram daya kasihnya. Yang pantang menyerah demi 'mengubah yang tak mungkin. Menuju kepastian dalam Tuhan sendiri.'


Seorang ibu tetap menulis indah dengan tinta emas, di atas kertas-kertas kusam kehidupan sang anak. Dari ibu, kita belajar tahu bahwa hidup tak akan pernah jadi tangguh tanpa pengharapan. Kita sungguh tak pernah tahu, dan tak punya hak untuk tahu pasti akan seperti apa nasib kehidupan di hari-hari mendatang.

Bagaimanapun, ibu selalu punya cerita-cerita indah. Itulah pemantik bagi anak demi gairah membara menuju hari depan. Penuh ceriah. Ibu tak pernah tahu pasti seperti apa hidup di lautan seberang. Namun, ibu punya rangkaian kata berdaya juang. Membesarkan hati.

Baca juga yang ini; Pojok KITAB SUCI; Dunia Mesti Melonjak-Lonjak Kegirangan

Dan mari simak St Thomas Aquino. Tulisnya, "Bonum futurum arduum possibile." Si bijak menafsirnya penuh makna. "Kebaikan masa depan, yang walaupun sulit, tetap mungkin didapat." Kasih ibu sepanjang jalan. Itulah jalan harapan. Sebab ibu tetap menatap dan memeluk Salib Tuhan. Puncak segala pengharapan semesta.

Baca juga yang ini; Satu Permenungan tentang SALIB; Masih Mungkinkah Pintu-Mu Kubuka?

P. Kons Beo SVD

Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio San Pietro, Roma.
Pada Peringatan Santa Perawan Maria Berduka.

Posting Komentar

0 Komentar