Header Ads Widget

Renungan Iman Katolik; Rasa Tinggi Diri Dan Rendah Diri Itu Ternyata Sama Bahayanya....

Rasa Tinggi Diri dan Rendah Diri itu Ternyata Sama Bahayanya.... (sekadar satu perenungan)

Rasa Tinggi Diri dan Rendah Diri itu Ternyata Sama Bahayanya...



Ini sebenarnya soal keyakinan pada diri sendiri. Yakinlah bahwa kita sejuk dan sungguh akrabi diri sendiri. Tak ada yang kurang. Yang harus memaksa kita terperosok dalam dalam rawa-rawa inferioritas. Tetapi?

Janganlah pula 'bikin diri sendiri' sekian teramat istimewa. Bahwa kita adalah semua dan segalanya. Jika tidak demikian, kita terpaku pada standarnisasi diri sendiri. Artinya? Kita adalah dasar dan patokan bagi semuanya. Yang di luarku pasti salah, rendah. Iya, tak selevel lah.

Mari merenung lanjut.

Ingatlah! Inferioritas menjebak kita untuk tak mampu berbuat banyak. Kita tersungkur dalam rasa kalah saing. Kita alami kekalahan, padahal tak pernah ada 'perang sedikitpun.' Inferioritas sungguh bikin kita 'mati kutu.' Kreatifitas dibungkam. Pilihan dan terobosan alternatif dipangkas jadi jalan satu arah atau bahkan sebagai jalan buntu!


Maka, mari keluarlah dari serba rasa minder itu. Lepaskanlah diri dari belenggu rasa rendah diri. Hanya karena kita berprasangka bahwa sesama selalu lebih OK, lebih surplus, serta serba positif di segala lini. Dan sementara 'aku harus mati kehausan di padang gersang inferioritas.'

Kenapakah kita 'malas menyusuri diri' demi mencari tahu adanya talenta atau harta terpendam dalam diri? Sebab itulah kita mesti berjuang untuk tiba di titik keyakinan bahwa kita punya bakat-bakat tersembunyi yang mesti didayakan.

Baca juga yang ini, menarik; Renungan Harian Katolik; DALAM Dunia Masih Terdapat Sekian Banyak Orang Baik Dan Benar.

Mari kembali lagi pada arus 'rasa diri hebat' di atas semuanya. Inilah yang ciptakan jarak dari sesama. Hanya karena ingin nampak 'terang bersinar sendiri.' Tak mau disuramkan dan dicemarkan oleh yang dianggap lemah, tak berdaya dan serba minus. Lalu apakah yang terjadi? Manusia lalu terperangkap dalam keangkuhan dan kesombongan. Di situlah mentalitas superior tak lagi samar, tetapi jelas-jelas terbaca.

Rasa diri superior dan serba di atas segalanya mudah jadikan diri sendiri sebagai hakim dan bahkan penghukum bagi siapapun. Akibatnya?


Lihatlah! Kita bisa kehilangan keakraban. Spontanitas dan segala keceriahan apa adanya jadi terbenam suram. Sebab kita sudah jadi sulit keluar dari aura relasi subyek obyek atau hakim dan terdakwah! Kita hanya mau bertaktah di singgasana penilai atau nikmati mimbar kritik tanpa titik. Yang hanya ingin memantik suasana panas dingin tak jelas; yang hanya mau mencecar, menghina dan mengkatarata siapapun yang dianggap tak berdaya, lemah dan 'sama sekali tidak tahu apa-apa.' Iya, sebab, iya itu tadi "Akulah ukuran mewah untuk siapapun.''

Superioritas itu bisa lahir dari kuasa, jabatan dan posisi yang dirasa tinggi. Tetapi juga 'rasa diri tinggi' bisa dicari dalam pencitraan posisi. Sebab karena 'kuasa dan jabatanlah' orang merasa powerful untuk merasa semakin di atas awan-awan langit superioritas yang bisa seenaknya 'mengakali sesamanya.'

Sesungguhnya?

Apa yang dimiliki dalam diri itulah berkat Tuhan. Talenta, bakat, potensi, mina yang diterima tak boleh disunguti hanya karena terasa kurang jumlah dari apa yang diterima oleh sesama. Sebab kita mesti segera bergerak cepat, bijak serentak terhormat dari apa yang telah Tuhan anugerahkan.

Tak perlu rasa rendah diri, sebab dengan penuh sejuk dan kerendahan hati kita telah jalani hidup ini. Dan tiada pula merendahkan sesama.
Maka, di situlah kita menjadi tahu apa artinya bersyukur atas diri sendiri di dalam kesegalaannya, serentak dituntut untuk sanggup menghargai orang lain dalam keunikannya.

Kita bukanlah terdakwa yang selalu merasa diri selalu dihakimi oleh siapapun. Demikianpun kita bukanlah hakim yang cenderung memvonis siapapun....

'Bukankah setiap kita tetaplah seperti adanya kita dalam perjalanan menjadi diri sendiri?'

Verbo Dei Amorem Spiranti









Baca juga di sini, Kisah Tentang Kita ;https://www.indonesiana.id/profil/27530/Richard-Roden 

Pater Kons Beo, SVD

Yayasan Ayo Indonesia atas dukungan Missionprokur SVD Steinhauzen Swiss melakukan suatu survei pasar untuk mengetahui pasokan dan permintaan sayur-sayuran di Pasar Lembor, Ruteng, dan Borong. Hasil survei ini kemudian menjadi acuan dalam menyusun suatu panduan pola dan waktu tanam yang terfokus pada pasar  
   
   Mangga bantuan dari Program kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan Missionprokur SVD Steinhauzen Swiss ternyata tumbuh baik dan sudah menghasilkan uang untuk penerima bantuan bibit mangga tahun 2014 di Lengkong Cepang. Didokumentasikan oleh Stef Jegaut, Selasa (15/8/2023)




Pada program Pemberdayaan Sosial-Ekonomi, kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan Missionprokur SVD Steinhauzen Swiss tahun 2014, salah satu kegiatannya, adalah mempromosikan pembuatan Toilet dan Septik Tank menggunakan bambu untuk menggantikan fungsi besi beton, ternyata masih bertahan kuat sampai saat ini di Lengkong Cepang. Didokumentasikan oleh Stef Jegaut,Selasa (15/8/2023).

Adalah Koperasi Simpan Pinjam Inklusi di Manggarai, 25 orang Penyayang Disabilitas telah menjadi Anggota.   KSP CU Florette: Menyediakan Pinjaman Berbunga Rendah, melakukan Upaya Pemberdayaan Sosial Ekonomi (bisnis) dan mengajarkan Literasi/Melek Keuangan. Kerja sama dengan Yayasan Ayo Indonesia (Rumah Belajar)


Jasa Rental Kendaraan untuk Anda, Kami Siap Melayani dengan HATI:



Posting Komentar

0 Komentar