Header Ads Widget

Renungan Harian Katolik; TERKADANG Kita Jadi Cemas Bukan Saja Karena Apa Yang Kita Telah Raih Dan Punyai

Kamis, 22 September 2022
(Pekan Biasa XXV, St Thomas dr Villanova)
Bacaan I Pengkotbah 1:2-11
Mazmur Tanggapan Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
Injil Lukas 9:7-9

"Ia merasa cemas...." Luk 9:7 (...quae fiebant ab eo)


CEMAS lagi menghantui. Lahirlah ketidaknyamanan. Serasa ada yang kurang dalam diri kita. Dan kita bertarung sejadinya. Demi membunuh kecemasan itu.

TERKADANG kita jadi cemas bukan saja karena apa yang kita telah raih dan punyai. Namun juga karena bagaimana kita tetap menjaga dan terus memilikinya. Di situ, alam sekitar dilihat bagai musuh. Yang selalu siap merebutnya.

TANYALAH pada diri sendiri: Apa yang masih kurang dalam hidup ini? Apa yang masih terasa kosong? Apa yang harus dikejar lagi? Kita jadinya cemas oleh segala impian dan imajinasi yang tak akan tiba kenyataan. Namun, kita rela jadikannya sebagai peluru kecemasan kita.

SEBAB itulah, kita sepantasnya belajar untuk berani mengatakan pada diri sendiri: 'Semuanya cukuplah untuk jalan hidupku. Iya, rahmat Tuhan itu sudahlah cukup untukku.' Di situlah, kita mulai belajar untuk temukan jalan kebebasan untuk diri sendiri sebagai anak Allah yang dikasihi.
KATANYA pula, agar tak cemas, maka tak usahlah beratkan diri sendiri dengan beban cemburu dan irihati yang tak beraturan. Rejeki sesama itulah hasil kerja keras dan usahanya. Kita bisa terlalu cemas dan kuatir saat kita merasa rendah diri. Sebab kita berpikir: orang lainlah yang menjadi nahkoda hidup kita!

BERSYUKURLAH senantiasa! Sebab Tuhan sungguh mengasihi kita dengan caraNya yang amat luar biasa. Yang tak dapat kita bayangkan. Seperti itulah yang Tuhan perlihatkan pula kepada sesama-sesama kita.

Baca juga yang ini; Renungan HARIAN KATOLIK; Jangan menahan kebaikan terhadap orang yang berhak menerimanya...

SAAT Tuhan sungguh jadi jaminan hidup kita, maka apakah yang mesti dicemaskan? Jalan hidup kita dalam Tuhan itu selalu pasti. Tinggal bagaimana kita menyusuri semuanya dalam nada-nada iman, harapan dan Kasih.

ADA hal lain yang mesti kita renungkan. Katakan saja tentang beban cemasnya Herodes. Ini soal reputasi, pencitraan, nama besar serta 'mabuk untuk diakui dan dipuji-puji selangit.'
DENGAN cara halus pun kasar kita bisa 'membabat orang lain' demi diri sendiri. Iya, demi 'kemenangan kita di segala lini.' "Yohanes telah kupenggal kepalanya, siapakah gerangan orang ini....?" (Luk 9:9).


RENUNGKAN saja satu hal sederhana: 'Berapa orang yang telah terpenggal kepalanya hanya karena ambisi kita, pencitraan kita, nama besar kita, selera kita, bahkan demi glorifikasi kesalehan kita sendiri, yang kita yakini: tidak sama dengan semua orang lain'?

SEBAB itulah, biarlah kita bertarung dalam doa dan dalam harapan yang benar! Tidak saja untuk kebaikan kita sendiri. Tetapi juga untuk kebaikan orang lain. Demi keindahan hidup yang sepantasnya sesama alami pula.

YANG terbaik untuk kita kiranya, janganlah menjangkau sesama dengan cemas yang berbuntut: irihati, rasa tak enak di hati, cenderung merendahkan serta segala umpatan dan penuh hujatan.

KITA memang sepantasnya membangun jembatan belaskasih, cinta dan pengharapan yang tulus. Agar kita dapat tiba pada sesama dan pada segala jalan hidupnya. Dan kita jadi tahu: seperti apa perjuangan hidup yang tengah dialaminya.
DARI PADA melihat dan ingat akan sesama dengan sinar mata 'cemas, irihati, rasa tidak suka dan dengan segala arus makan hati' maka rubahlah semuanya dengan doa-doa kita yang hangat. Penuh ketulusan. Dan kita mesti berjuang untuk semuanya. Itulah yang dikehendaki Tuhan!

Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati.Amin

Posting Komentar

0 Komentar