Header Ads Widget

Ayo!! mari kita Lejong, Kenapa harus Jual Tanah?

Meningkatkan Ketahanan Ekonomi melalui Agrobisnis

Memfasilitasi diskusi analisis perubahan/Foto RR
Foto Jahe Di Werong Lelak
Jahe untuk meningkatkan ketahanan ekonomi /Foto RR

umpungjayasiar.com, RUTENG. Pulau Flores sedang berkembang menjadi destinasi wisata prioritas dari para turis dan pelancong baik domestik maupun mancanegara untuk berlibur. Keindahan pantai, pulau-pulau kecil di sekitar pulau Flores, topografinya yang khas dengan gunung-gunung dan bukit-bukit serta sungai-sungai menampilkan bentangan alam yang eksotis memikat hati para wisatawan untuk datang berkali-kali, hingga mereka tidak berat hati membelanjakan rupiah, dolar dan euro dalam jumlah yang relatif besar guna membayar hotel, makanan/minuman, boat, transportasi, beli cindera mata dll. Tawaran keunikan alam dan budayanya berhasil menarik minat banyak orang berduit dari berbagai Negara, suku bangsa, dan jenis pekerjaan untuk datang dan tinggal beberapa hari atau berlama-lama. Labuan Bajo di ujung barat Pulau Flores sedang mempercantik dirinya, dibangun berbagai infrastruktur/fasilitas berkelas internasional oleh Pemerintah dan para Investor untuk kenyamanan para wisatawan dan juga menaikkan branding pariwisata premium.

Kemajuan ini tentu menjadi kesempatan bagi orang yang kreatif untuk menciptakan sesuatu dalam bentuk barang dan layanan jasa guna menangkap dolar dan rupiah dari kurang lebih ratusan ribu turis yang pasti jatuh dan mengalir di sana setiap tahun. Menurut data BPS Kabupaten Manggarai Barat tahun 2018, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Komodo saja mencapai 176’835 orang.

Kita bisa membayangkan sendiri berapa jumlah uang yang masuk ke kantong pelaku bisnis pariwisata, ke pasar sayur-sayuran dan buah serta ke penjual makanan di pinggir jalan. Dengan demikian peluang untuk mendapatkan keuntungan dari situasi ini terbuka lebar khususnya bagi petani, meski saat ini kondisi berbeda dari sebelumnya, hiruk pikuk manusia dengan tas atau ransel bermerek di tangan dan punggung nampak sepi, Labuan Bajo tidak luput dari gangguan/goncangan covid 19 yang membatasi wisatawan berkunjung. Tetapi pasti akan sangat berbeda nanti kalau pandemic covid 19 berakhir.

Dari waktu ke waktu, kita bisa menyaksikan perubahan yang terlihat dengan jelas oleh mata kita, pembangunan fisik sungguh masif, misalnya jumlah hotel mewah meningkat, kafe-kafe bermunculan, restoran bertumbuh, jalan-jalan dibuat mulus senyaman mungkin, trotoar rapih sedang dibangun lengkap dengan pohon palem khas tropis, landasan pacu bandara diperpanjang agar dapat didarati pesawat berbadan lebih besar lagi.

Baca juga :

Ayo Jalan - jalan di kota wisata premium Labuan Bajo

Pergerakan perubahan itu mengarah ke segala arah dari kota Labuan Bajo dan sekitarnya menuju ke daerah pedalaman dan mungkin ke seluruh kawasan wisata di Flores.

Tidak heran di beberapa tempat terpasang papan bertulis tanah ini milik si A yang sebelumnya dimiliki oleh si B, salah satu warga komunitas adat. Saya bernama si C telah menang perkara perdata atas tanah ini.Di atas lahan ini akan dibangun Hotel. Di sekitar wilayah pantai selatan juga, beberapa tempat strategis telah dipagari kawat berduri dan akan dibangun penginapan. Lalu pemiliknya dari mana ya? Konon tanah-tanah itu beralih hak milik ke orang-orang terkenal, artis, orang kaya dari luar daerah. Biasalah dimana ada gula pasti disitu ada semut, maksudnya dimana tempat yang berpotensi mengalirnya uang pasti ke situlah para investor pergi.



Optimalisasi pemanfaatan lahan untuk ekonomi/Foto RR

Papan-papan konfirmasi kepemilikan atas suatu bidang tanah tidak kalah jumlahnya dengan plang bernomor HP: tanah ini dijual hubungi kami di: 081XXXXXX., apakah papan-papan bertulis informasi tentang penjualan tanah hanya sejumlah itu nanti? Tentu tidak, akan semakin banyak di pesisir pantai, di tempat-tempat yang punya pemandangan yang memikat hingga di ibu kota dari kabupaten-kabupaten di Flores tempat para wisatawan akan inap dan berbelanja. Siapakah yang paling rentan untuk menjual asset tanah milik anak cucu tanpa pikir panjang di Flores? Ya mungkin saja orang-orang yang masuk ke dalam kategori miskin menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Ya mungkin saja orang-orang yang malas bekerja, ya mungkin saja orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan melek keuangan, Ya mungkin pula orang yang merasa nyaman menerima berbagai bantuan uang tunai dari Negara. Ya mungkin orang-orang yang tidak tamat SD dan Tidak punya ijasah pendidikan formal, tidak mampu menyesuaikan dengan perubahan, ya jual tanah saja yang paling gampang dapat uang. Menjual tanah menjadi hal biasa oleh sebagian orang yang tinggal di kota sekarang ini. Hal ini berdampak kepada pemindahan hak milik atas tanah komunitas tentu acara penti ke depan akan tinggal cerita sejarah saja.

Baca juga :

Kegamangan sebagai wujud respon dari mahluk social tentu tidak akan berakhir sebab data BPS tentang Jumlah orang tidak punya ijasah dan tamat SD cukup tinggi, di sisi lain tidak ada upaya pemberdayaan mindset dan skill yang terpola dalam kebijakan anggaran. Jumlah prevalensi stunting cukup tinggi, upaya menumbuhkan mental kewirausahaan untuk orang muda belum terdengar dan terlihat. Fakta lain yang berpotensi mengganggu keluarga-keluarga secara finansial adalah acara pengumpulan dana, "katanya" untuk sekolah (pendidikan) dengan pengeluaran uang cukup besar nilainya dari orang-orang yang mengambil bagian, Menghadiri acara untuk mengeluarkan rupiah cukup banyak dianggap hebat dan perlu dipertahankan oleh semakin banyak orang, "berlagak" Kaya.

Setiap acara pengumpulan dana, utusan dari satu keluarga hadir dan aktif mengikuti berbagai kemasan acara yang diatur oleh pantia, a.l pembelian sate, bir, rokok dll sementara sumber pendapatan khususunya para petani, apakah dari sawah, apakah dari tanaman perdagangan cenderung menurun setiap tahun karena berbagai akibat, misalnya tanah kurang subur, pengetahuan budidaya tidak dimiliki, perubahan iklim dll.

Kondisi inilah jadi berkah atau peluang ekonomi bagi kebanyakan orang berduit untuk memberi pinjaman dengan bunga agak tinggi lebih dari bunga bank dan menggunakan lahan sumber penghidupan dari si peminjam dengan cara gadai sampai pinjaman dilunasi. Jika utang tidak bisa dikembalikan maka tanah yang digadai tadi berpindah pemilik. Ini adalah Fakta atau Bukan? bagi yang punya uang masalah kekurangan finansial dari orang lain adalah peluang. Dengan demikian meningkatkan Ketahanan Ekonomi keluarga masih menjadi pekerjaan rumah. Kita semua harus memikirkan solusinya. Setiap asset yang dimiliki harus menghasilkan.

Pembelajaran penting dari 2 petani yang punya minat belajar cukup tinggi di Kampung Werong untuk tidak kehilangan harapan (hopeless).

Pengalaman dari dua petani Hortikultura dan Jahe di Kampung Werong, Desa Bangka Lelak, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai. Kampung Werong terletak di Desa Bangka Lelak, Kecamatan Lelak, Kabupaten Manggarai. Topografi kampung ini berbukit-bukit, kondisi tanah umumnya subur namun sebagian tanahnya merupakan tanah jenis pod solik kuning yang miskin unsur hara atau biasa disebut tanah kritis. Bentangan alam (Landscape) kampung ini sangat indah cocok destinasi wisata dan pernah dikunjungi beberapa turis dari eropa untuk belajar pertanian organik dan mendokumentasikan beberapa kearifan lokal terkait pertanian. Beberapa teman saya juga pernah menyarankan agar kampung Werong dirancang menjadi tempat agro-ekowisata

Baca juga :

Matapencaharian warga kampung Werong yang terdiri dari 60 Kepala Keluarga (KK) adalah bertani hortikultura, jahe dan kopi arabika/Robusta serta beberapa dari mereka bekerja sebagai tukang bangunan. Skala usaha Hortikultura sayur-sayuran dan jahe dari beberapa petani kelompok Campe Mose pada tahun 2010 dinilai masih relative kecil karena mereka belum mengetahui potensi pasar dari kedua jenis komoditi tersebut.

Pada bulan Mei tahun 2012, Lambertus Jehadut, salah satu warga Kampung Werong, datang ke Kantor Yayasan Ayo Indonesia, salah satu lembaga Lembaga Swadaya Masyarakat di Ruteng. Kedatangan Lamber saat itu bertujuan untuk meminta dukungan pendampingan tehnis dan motivasi bagi beberapa Petani di sana yang telah membentuk kelompok tani dengan nama Campe Mose (membantu kehidupan). Inisiatif Bapak Lamber ini dinilai sangat positif karena dia tidak meminta bantuan dalam bentuk benda ataupun uang seperti lazimnya kalau meminta bantuan. Rikhardus Roden, Koodinator Program pemberdayaan pertanian di Yayasan Ayo Indonesia menyambut baik permintaan Bapa Lamber.

Dalam diskusi tentang usulan pendampingan tersebut keduanya sepakat bahwa pendampingan dimaksud bertujuan untuk merubah cara berpikir yang nantinya berdampak kepada meningkatnya kapasitas produksi, pemahaman petani tentang bisnis, pemasaran, pengelolaan keuangan dan cara membangun jaringan pemasaran dengan pelaku-pelaku pasar hortikultura di Ruteng, Borong dan Labuan Bajo.


Setiap jengkal tanah berarti/Foto RR

Sekitar awal Juni 2012, Yayasan Ayo Indonesia menindaklanjuti usulan Bapak Lamber dengan menyelenggarakan suatu pelatihan peningkatan kapasitas petani tentang bisnis dalam pertanian organik.

Pada pelatihan tersebut, Staf Yayasan Ayo Indonesia tidak langsung mengajarkan mereka tentang apa itu bisnis dan cara mengembangkan pertanian organik, misalnya cara membuat pupuk organik, kegiatan yang bersifat tehnis.

Fasilitator Pelatihan mengajak peserta untuk merefleksi tentang pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja keluarga mereka selama setahun. Dalam refleksi yang bersifat partisipatif ini, mereka bersama-sama mengidentifikasi tentang sumber pendapatan utama mereka dari mana saja, menyimpan uang di Bank atau Koperasi Kredit (CU) dan bagaimana produktifitas dari asset-asset mereka berupa kebun kopi, peternakan, sawah dan potensi lain terkait jumlah lahan tidur yang belum dikerjakan.

Baca juga :

Hebat !! Model Kemitraan dalam Agrobisnis Jahe oleh Kelompok Tani Napung Gula Lembor


Tujuannya, adalah untuk mengetahui secara pasti gambaran dari kondisi keuangan keluarga, jumlah pendapatan dan pengeluaran, kemudian sumber-sumber pendapatan potensial yang belum dikelola secara maksimal.

Dengan metode ini maka akan diketahui apakah keluarga mengalami surplus atau minus pendapatan selama setahun dan bijaksana dalam mengelola keuangan. Bagi fasiliitator meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tehnis dari petani tidak dilihat sebagai hal yang sangat penting dalam pemberdayaan. Tetapi menyakinkan petani tentang alasan kenapa pengetahuan dan keterampilan itu harus dimiliki menjadi mendesak saat itu. Maka metode pelatihan dirubah, dimana refleksi situasi social ekonomi lebih dahulu baru mengajarkan hal-hal tehnis.

Hasil refleksi ini memang dirancang untuk menjadi acuan bagi petani di kelompok Campe Mose Werong dalam memutuskan mau menanam apa, kapan, dan berapa banyak tanaman yang ditanam serta luasan lahan yang dikelola. Kemudian jika ada uang harus simpan (saving) dimana untuk masa depan keluarga mereka. Sebab alasan kita bertani ataupun berusaha di luar pertanian tentu dimaksudkan untuk memenuhi Anggaran Belanja dan Pendapatan Keluarga (ABPK). Dengan cara demikian, mau tidak mau Petani harus berpikir untuk menentukan target dalam bekerja.

Pelatihan Melek Keuangan menghasilkan petani sukses

Tote Yosep Lomor, 55 tahun, salah satu Pengurus kelompok tani Campe Mose yang ikut pelatihan itu, dihadapan anggota kelompok yang hadir secara jujur menyampaikan bahwa keluarganya mengalami kekurangan uang selama setahun karena jumlah pengeluaran/pembelanjaan keluarga sangat tinggi sedangkan pendapatan sangat rendah dan cenderung menurun sehingga sulit untuk menabung.

Baca juga :

The Ayo Indonesia Foundation held an evaluation and sharing meeting involving agribusiness farmers


Dia secara tegas mengatakan saat itu, keluarganya mengalami kekurangan uang untuk memenuhi beberapa Pos Pengeluaran rutin rumah tangganya, antara lain untuk membeli sembako, biaya pendidikan, biaya urusan adat dan social kemasyarakatan.

“Pendapatan dari usaha taninya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Pengeluaran lebih besar dari pendapatan sehingga situasi ini kadang-kadang menjadi salah satu pemicu konflik dalam rumah tangganya. Padahal ada potensi untuk meningkatkan pendapatan, yaitu lahan tidur masih cukup luas dan lahan yang sudah dikerjakan bisa dinaikan produksitifitas dengan pertanian organik,”ungkap Tote ayah dari 5 orang anak ini. < Dari pendekatan Pelatihan pertanian reflektif ini, Tote lomor kemudian termotivasi untuk meningkatkan produktifitas lahannya, meningkatkan pendapatan dan mengatur keuangan sacara bijaksana. Dia mulai membuka lahan di dekat rumahnya untuk ditanami sayur-sayuran secara organik. Lahan yang sebelumnya hanya ditumbuhi semak-semak menjadi lahan subur untuk beberapa jenis sayur-sayuran. Tidak hanya menanam sayur-sayuran dia bersama isterinya menanam jahe di antara tanam kopi arabika.

Dalam perjalanan usahanya bersama isteri, kata Tote staf lapangan Yayasan Ayo Indonesia terus melakukan pendampingan tehnis dan motivasi-moitivasi setiap bulan. Staf dari Ayo Indonesia selalu memperkenalkan cara baru untuk meningkatkan mutu pupuk organik dan mendorong saya masuk menjadi anggota Koperasi Ayo Mandiri dan KSP Florette.

“Saya juga diajak Yayasan Ayo Indonesia dan Swisscontact untuk bertemu dengan seorang petani sukses dari Bali namanya Runca. Petani dari Bali ini berbagi banyak pengalaman baik terkait cara membuat pupuk organik, mengelola usaha, analisa usaha, cara membaca peluang pasar, cara mengatur keuangan (melek keuangan) dan mengelola mental disaat produksi menurun atau harga sayur-sayuran anjlok,”cerita Tote.

Lebih lanjut ia mengakui cara pendampingan seperti ini yang mendorong dia dan isterinya untuk fokus menanam sayur-sayuran dan jahe sebagai sumber pendapatan.

Pengalaman-pengalaman yang sangat berarti selama pendampingan dari Yayasan Ayo Indonesia memperkuat keputusan Tote dan isterinya untuk lebih fokus pada budidaya jahe sejak tahun 2014 sampai dengan sekarang ini. Sedangkan sayur-sayuran ditanam hanya untuk dikonsumsi sendiri bukan untuk dijual.

Lahan yang digunakan untuk menanam jahe dari 1 hektar awalnya terus diperluas menjadi 4 hektar pada tahun 2020 dan pupuk organik sebagai sarana produksinya.

“Pengetahuan analisa usaha yang diajarkan oleh petani sukses dari bali saya terapkan dalam menghitung biaya produksi dan perkiraan pendapatan dari usaha jahe, “ungkap Tote dengan penuh percaya diri. < Pendapatan dari keluarga saya dari usaha jahe terus meningkat dan total pendapatan yang diterima sejak tahun tahun 2014 sampai dengan Juni tahun 2020 adalah Rp 476’000’000. Sebagian uang ini, ungkap tote digunakan untuk memperbaiki rumah, rumah sebelumnya berdinding bambu sekarang berubah menjadi rumah tembok. Selain itu, uang dari penjualan jahe tersebut disimpan di CU Florette untuk simpanan Saham dan Simpanan Pendidikan bagi anaknya.

Harga jahe dari tahun ke tahun terus meningkat dan peluang ini yang mendorong Tote untuk fokus pada usaha menanam jahe. Peluang pasar jahe terbuka lebar. Pada bulan juli 2020, dia menanam jahe di lahan baru seluas 1 hektar dan akan dipanen pada bulan September 2021.

Sedangkan Bapak Lamber Jehadut terus berbisnis hortikultura di usia 60-an tahun di atas lahan sepertiga hektar miliknya. Keuletannya luar biasa, pantas diacungi jempol meski lahannya kurang subur dan sangat miskin unsur hara pada awalnya,tidak menyurutkan semangatnya untuk menjadikan kebun itu sebagai sumber uang  bagi keluarganya. Dia bersama isterinya terus menerus tanpa henti dan putus asa memberi pupuk kandang ke dalam lahan .

Setiap niat baik untuk hidup lebih dari pertanian ternyata membuahkan hasil, tomat, paria, brokoli, buncis, ketimun, dan cabe keriting mengalir dari kebun itu ke para pedagang-pedagan sayur-sayuran di Pasar Ruteng. Lahan kurus itu sekarang berubah menjadi subur dan menghidupkan dia bersama para pedagang dan juga para pembeli sayur-sayuran. Menghargai tanah sebagai ibu akan memberi berkah kepada petani, memberi tanah dengan makanan sehat dengan pupuk organik.

Penulis : Rikhardus Roden Urut



Segelas Kopi Arabika Manggarai-Flores




















Bersama membangun untuk meningkatkan Ketahanan Ekonomi agar tidak terpinggirkan












<

Posting Komentar

0 Komentar