Header Ads Widget

Noldi Katung, Wirausahawan muda asal Kampung Null : …..untung cepat pulang dari Kalimantan.

UMPUNGJAYASIAR.COM

Noldi dan Isterinya di depan Gereja Santa Maria, Paroki Cancar, Keuskupan Ruteng.

Noldi Batung : …..untung cepat pulang dari Kalimantan.

Model pendekatan lejong(bertemu,berdiskusi) yang diterapkan oleh Yayasan Ayo Indonesia telah berhasil mengubah pola pikir dari beberapa orang untuk menekuni bisnis dalam bidang pertanian, khususnya mengembangkan usaha hortikultura. Pada edisi sebelumnya, umpungjayasiar.com, menulis kisah-kisah sukses dari beberapa petani hortikultura sebagai buah dari model motivasi lejong (berdiskusi). Umumnya, petani yang dinilai berhasil setelah memutuskan untuk fokus bisnis, mengaku cara lejong yang dikembangkan oleh Yayasan Ayo Indonesia dalam pendampingan petani, benar-benar mengubah cara berpikir, sebab para petani diajak untuk mengidentifikasi soal, mencari jalan keluar, menghitung semua pengeluaran wajib selama setahun, menentukan sumber-sumber pendapatan, menghitung total lahan yang belum dikerjakan dan menanyakkan juga tentang tujuan keluarganya termasuk tujuan keuangan.

umpungjayasiar.com,
Ruteng. Pada pertemuan awal, sebelum dilatih hal tehnis terkait pertanian organik, petani-petani dampingan Ayo Indonesia melakukan analisis posisi ekonomi mereka saat itu, dari segi pendapatan dan pengeluaran (tujuan keuangan). Hasil analisis dari pendampingan ini menjadi acuan dalam menentukkan biaya produksi dan berapa luas lahan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan keuangan dari masing-masing keluarga petani. Demikian juga cara yang sama, dilakukan bersama dengan keluarga yang memilih usaha lain, misalnya usaha tempe atau beternak, agar rencana produksi mereka harus mengacu kepada rencana anggaran pendapatan dan belanja keluarga (RAPBK).

Baca juga yang ini : Membangun Bisnis Bersama KSP CU Florette, Memperkuat Kemandirian dan Kemampuan Bersaing

Pendampingan dengan cara lejong seperti ini, dimaksudkan juga mau memperbaiki cara pandang dari para petani ketika mereka mendapat bantuan dari luar, misalnya bantuan ternak, benih-benih, peralatan kerja dll dari pemerintah atau lembaga lain yang memberi perhatian pada upaya pemberdayaan mereka. Dijelaskan kepada mereka bahwa bantuan dari pihak manapun, seperti Pemerintah dan Lembaga Non Pemerintah yang diberikan kepada para petani, substansinya adalah bantuan itu, sebagai bentuk kontribusi pihak lain terhadap upaya pencapaian dari rencana anggaran pendapatan dan belanja keluarga, itu alasan logisnya, sehingga bantuan tersebut bukan dilihat sebagai bentuk “kasihan” tetapi untuk memajukan ekonomi keluarga penerima bantuan. Membangun cara berpikir yang konstruktif dan produktif seperti ini merupakan konten dari pendampingan dengan mengutamakan Lejong (diskusi) sebagai metode.

Baca juga yang ini : KSP CU Florette promosi Pola Kemitraan Usaha Tani

Pendampingan dengan menerapkan cara Lejong Tahun 2015, Arnoldianus Katung, 33 tahun, orang muda asal kampung Null, Desa Poco Lia, Kecamatan Lambaleda Selatan ini berangkat ke Kalimantan, bekerja di sana selama 1 tahun, akan tetapi yang terjadi antara yang diharapkannya dengan kenyataan, berbeda, kehidupan lebih baik di tanah rantauan tidak terwujud, lalu dia memilih untuk pulang kampung. Sebagai orang muda kreatif dan pekerja keras, uang yang dikumpulkan dari hasil keringatnya di Kalimantan digunakan untuk menambah modal usaha las terali besi dan uang muka untuk kredit 1 unit motor, jika permintaan terali besi sedang sepi, dia memilih bekerja sebagai tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.


Rak fermentasi tempe


Usaha terali besi ternyata harus bersaing dengan bengkel las yang telah berpengalaman sehingga permintaan jasa las cenderung berkurang, hal ini tentu berdampak kepada penghasilannya juga ikut menurun.

Noldy kemudian banting stir, dia memutuskan untuk mengembangkan bisnis tempe pada tahun 2016. Keputusan ini diambilnya saat itu dengan perhitungan yang cukup matang, dia melakukan pemetaan potensi permintaan tempe terlebih dahulu di sekitar wilayah Paroki Tanggar. Ini dilakukannya untuk menambah keyakinan akan keputusannya menjadi penjual tempe produksi sendiri. Dia sangat yakin banyak keluarga yang suka makan tempe namun persedian tidak cukup. Tempe-tempe yang dijual di wilayah Tanggar berasal dari Ruteng.

Untuk memastikan tempe yang akan dihasilkannya nanti bermutu baik, tidak kalah enaknya dengan tempe buatan dari beberapa produsen tempe di kota Ruteng maka dia belajar tentang cara memproduksi tempe di Youtube. Beberapa kali dia belajar di youtube namun masih ada keragu-raguan, apakah dia mampu menghasilkan tempe yang diterima pasar atau malah sebaliknya.

Baca juga yang ini : Membangun Bisnis Bersama KSP CU Florette, Memperkuat Kemandirian dan Kemampuan Bersaing

Keberaniannya untuk segera membuat tempe muncul, berawal dari suatu pengalaman bertemu dengan Stef Jegaut, staf agribisnis dari Yayasan Ayo Indonesia di Kapela stasi Nul.

Saat itu, Stef datang ke sana untuk memperkenalkan program pemberdayaan social ekonomi dari Yayasan Ayo Indonesia yang didukung oleh SDW/Steyler Missionprokur SVD Swiss kepada umat Stasi bertempat di Kapela Null. Noldy yang hadir pada kegiatan itu, datang menghampiri stef di halaman depan Kapela untuk mengusulkan pelatihan cara membuat tempe kepada dia dan isterinya.

"Bersyukur usulan saya disetujui sehingga minggu berikutnya, kami bersama stef membuat tempe menggunakan bahan baku ragi dan kedelai sebanyak 2 kg," cerita Noldy

Pada pelatihan itu mereka berhasil memproduksi tempe sebanyak 24 lempeng, tempe-tempe itu dijual kepada tetangga, meskipun hasil penjualan hanya Rp 50 000 tetapi bagi noldy dan isterinya, hal ini merupakan satu pengalaman yang berharga dalam hidup mereka, meskipun nilai penjualan perdana sebesar itu, ternyata memacu semangat keduanya untuk memproduksi tempe lebih banyak lagi, dengan mengolah kedelai 10 kg per hari pada kegiatan produksi berikutnya.

”Saya bangga dengan isteri saya yang selalu sejalan dan searah dalam membangun ekonomi keluarga kami, dukungan dia luar biasa, hal ini menambah motivasi saya untuk fokus berbisnis tempe, dia tidak hanya dukung dengan kata-kata saja, tetapi dia juga ikut ambil bagian dalam proses memproduksi tempe. Saya bersyukur memiliki pasangan hidup seperti dia,”ungkap Noldi memuji isterinya.


Proses Pencampuran ragi

Dalam menjalankan usaha ini, kata Noldy tidak semulus seperti yang dipikirkan, pernah menghadapi tantangan berat, kedelai yang sudah dicampur ragi sebagian besar busuk dan rusak saat proses fermentasi berlangsung, kerugian diperkirakan mencapai puluhan juta rupiah, padahal kedelai yang diolah bermutu baik, takaran raginya sudah pas dan ruangan fermentasi telah dibikin rapih menggunakan rak-rak terbuat dari kayu.

 “Terhadap persoalan ini, kami tidak putus asa dan menerima hal ini sebagai tantangan dan resiko, menguji mental dan kesungguhan dalam berbisnis. Kemudian kami memproduksi lagi dan mengalami hal yang sama, kedelai yang telah difermentasi mengalami busuk, lalu saya dan isteri memutuskan untuk berhenti produksi dahulu dan saat itu, kami merasa stress dan terus berdoa,” cerita noldy, ayah dari 2 orang anak ini. Selain berdoa untuk menghadapi tantangan ini, lanjut Noldy dia juga meminta nasihat atau pendapat dari stef selaku pendamping dan juga dianggap sebagai seorang Kakak. Stef menyarankan saya untuk melakukan evaluasi terhadap proses-proses produksi agar diketahui sebab musabab dari kegagalan ini, namun tidak ditemukan semacam kesalahan atau kekeliruan di setiap proses. “Mungkin situasi ini menguji ketangguhan mental saya sebagai pebisnis,”ungkap Noldy dengan nada optimis.

Baca juga yang ini : Aksi dari Persekutuan Katolik, Bantuan dari Jaringan Masyarakat Katolik melawan.Covid ; Anyam Nyiru dan tanam sayur-sayuran untuk Ekonomi dan Gizi

Keberuntungan berpihak padanya sebagai buah dari kesabaran dan ketekunan, mereka berhasil keluar dari situasi yang mengerikan ini, sebab 50 kg kedelai yang diolah kemudian berhasil menjadi tempe yang baik, badai telah berlalu.

Belajar dari kegagalan ini, noldy menyadari pentingnya system kontrol kualitas dan menambah jumlah tenaga kerja. Sejak persitiwa itu, dia berani memproduksi tempe sebanyak 850 lempeng per hari yang diproses dari bahan baku 50 kg kedelai, dengan target omzet per hari mencapai 1.7 juta rupiah, dikerjakan oleh 4 orang perempuan termasuk isterinya. Dia melakukan kontrol di setiap proses prosuksi untuk mencegah kegagalan.Tenaga kerja perempuan yang terdiri dari 3 orang, diberi gaji Rp 500’000 per bulan dan mereka disedikan makan siang gratis di setiap hari kerja oleh keluarga Noldy sehingga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makan siang. Usahanya ini telah memberikan dampak positip bagi beberapa perempuan di Nul dengan menyediakan kesempatan kerja atau membuka lapangan kerja bagi mereka.

Selain menjual tempe produksinya sendiri, noldy juga menjual tomat, bawang, tahu, sayur-sayuran dan ikan teri ke kampung-kampung tetangga. Dia telah mempekerjakan 7 orang dengan upah Rp 100’000 per hari untuk menggerakan roda bisnisnya ini. Tomat dia beli dari Petani dampingan Yayasan Ayo Indonesia di Kampung Rai dan mereka sekarang menjadi mitra dagang, khususnya komoditi tomat, sebab setiap hari noldi membutuhkan 30 kg Tomat.


Pengolaan keuangan dari usahanya ini dinilai sangat baik, dia sangat paham melek keuangan, dimana sebagian dari penghasilannya disimpan dalam bentuk simpanan saham dan non-saham di KSP CU Florette dan Kopkardios secara rutin tiap bulan. Kedua lembaga keuangan non bank ini telah memberi pinjaman produktif kepadanya. Rencananya, dia akan memproduksi tahu, tepung kopi dan tepung sorghum, sehingga butuh modal cukup besar, sekitar 40-an juta rupiah yang digunakan untuk menambah sarana produksi. Pinjaman senilai tersebut akan diajukan ke Koperasi Simpan Pinjam CU Florette pada akhir tahun ini.

Akhirnya, pada kesempatan ini, saya menyampaikan terima kasih kepada Stef Jegaut, staf pada proyek kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan SDW/SVD Swiss, yang selalu memberikan nasihat bisnis melalui Handphone dan dia sering kunjung ke rumah untuk memberi motivasi, mengajarkan pembukuan dan menghubungkan saya dengan petani dampingan Yayasan Ayo Indonesia yang lain.

Baca juga yang ini : Koperasi Simpan Pinjam CU Florette dorong anggota untuk Bisnis

Keputusanku dulu untuk kembali dari Kalimantan ternyata benar, ungkap Noldy sehigga atas pengalaman yang berharga ini lantas saya mengajak orang muda yang lain untuk berani menciptakan lapangan kerja sendiri, tidak perlu mencari kerja di daerah lain. Modal usaha saat ini tidak sulit lagi, Koperasi Kredit menyediakan pelayanan pinjaman produktif dengan bunga rendah.



Noldy berdiri di depan mobil miliknya siap angkut barang-barang dagangannya

Kekuatan yang tampak, menjadi kunci keberhasilan dalam menjalankan usaha tempe dan menjual kebutuhan pangan jenis yang lain ini adalah adanya dukungan isteri, paham tentang melek keuangan, konsistensi melakukan pencatatan transaksi harian, staf pendampingan dari Yayasan Ayo Indonesia yang selalu mengajak noldy untuk membuat analisa usaha, berjaringan dengan petani dan pedagang lain, ketangguhan mental menghadapi tantangan/persoalan, memiliki semangat antusias (menyertakan Tuhan dalam usahanya), menjadi anggota Koperasi Kredit CU Florette/Kopkardios, mempunyai fasilitas kendaraan roda empat dan dua milik sendiri.

Penulis: Rikhardus Roden Urut

Segelas kopi arabika khas Manggarai-Flores

Rumah Produksi Tempe Milik Noldy di Nul, Desa Poco Lia.


Posting Komentar

2 Komentar

  1. Balasan
    1. Makasih Mas Ancis, kita terus membangun Manggarai untuk terwujudnya Ketahanan Ekonomi

      Hapus