Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI ; Tuhan, Berikanlah Kami Rasa Hati Berkecukupan

“Tuhan, Berikanlah Kami Rasa Hati Berkecukupan”

-bacalah Injil Lukas 12:13-21-

“Tuhan, jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkalMu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri dan mencemarkan nama ALLAH-ku”

(Amsal 30:8-9)

Pater Kons Beo,SVD

Tak cuma rejeki kami yang secukupnya. Perlu pula terungkap permohonan jujur pada Tuhan. Kiranya dianugerahkan rasa hati berkecukupan. Tak terlalu berkekurangan. Namun, tidak juga teramat berkelimpahan sejadinya. Bukan kah manusia mesti hidup sewajarnya dan selayaknya? Ini tentu berkaitan dengan kebutuhan dasar.

Di balik hasrat untuk hidup layak dan berkecukupan tentu mesti ada semangat untuk berjuang. Maka, bertekunlah dalam kerja keras. Dalam mendayakan segala kemampuan diri yang Tuhan augerahkan. Siapa pun tahu, rejeki tidak ‘jatuh gratis dari langit.’ Zona kemakmuran tidak digapai dengan ‘berpangku dan terus melipat tangan.’
Kita berbangga bahwa sekiranya kita telah menjadi bagian dari perjuangan demi kesejahteraan dan demi kebaikan bersama. Artinya, daya dan isi pikiran, usaha dan kerja keras kita berujung pada pemenuhan hidup bersama.

Bersyukurlah, sekali lagi, bahwa kita telah menghasilkan sesuatu. Bahwa melalui usaha kita, tetap ada harapan bagi kehidupan sekian banyak orang. Jalan hidup kita menjadi ‘tidak sia-sia’ dan terlewati begitu saja. Tuhan pasti ‘tersenyum’ pada anak-anaknya yang tak patah semangat dalam berusaha dan bekerja keras.

Baca juga yang ini :

Satu Permenungan : Jangan Sampai Kita Kehilangan Ruang Kosong

Tetapi, mari kita sejuk di hati untuk tak terjerat oleh apa yang kita capai. Sekian banyak hal yang telah kita capai. Bagaimana pun manusia mesti tetap berwibawa untuk tidak dikuasai oleh segala apa yang dihasilkannya. Di sini, sepantasnya tetap tercipta ‘jarak batin yang segar dan sehat.’ Semuanya demi terjaga martabat manusia sebagai subyek. Dan, sebaliknya bukannya obyek dari segala barang, harta atau apapun yang dihasilkannya.
Yesus, Tuhan, dan Guru, sungguh ingatkan para murid dan semua pendengarNya dengan alarm jelas. Dalam Injil Matius 6:19-24, Tuhan berbicara tentang Hal Mengumpulkan Harta. Satu pesan singkat, padat dan jelas adalah “Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mat 6:21). Ini tentu jadi tantangan bagi setiap manusia.

Baca juga yang ini :

Pojok Kitab Suci ; Mari Mendengarkan Dengan Telinga Hati


Injil kisahkan sekian banyak nasihat dan alarm Yesus mengenai daya hati manusia yang lumpuh oleh jebakan harta dan kekayaan. Semuanya tidak hanya agar manusia ‘terbebaskan secara pribadi’ dari penjara yang memborgol hati. Tetapi, bahwa manusia mesti belajar untuk sanggup memandang sesamanya yang juga berkebutuhan.

Sebab itulah, mari kita renungkan satu dua pokok pikiran sederhana:

Baca juga yang ini :

Pojok KITAB SUCI ; Tetap Kuatlah dalam Kesabaran


Pertama, ‘Belajarlah untuk mengatakan dan bertindak cukup bagi diri sendiri.’ Siapapun berhak untuk menikmati dari apa yang ia usahakan atau hasilkan. Kita berhak ‘merawat diri’ demi garansi di hari-hari esok. Tetapi, apapun terjadi seorang murid Yesus mesti belajar untuk mengatakan cukup bagi diri sendiri.
Yang sungguh menantang, ya itu tadi, inflasi kecemasan diri yang sungguh melambung. Itulah yang dilukiskan Yesus dengan perumpamaan ‘orang kaya nan gelisah.’ Apa yang didapatinya dan kemudian menjadi miliknya segera dibentengi dengan ‘tembok kokoh AKU.’ Orang kaya itu membangun lumbung yang lebih besar untuk ‘mengamankan aku-nya yang gelisah.’ Karenanya pula ia ingin merawat ketamakannya yang tak berujung.

Baca juga yang ini :

Ruang Tendangan Pojok ; Dan Candi Borobudur pun tak Jadi Sunyi…


Kedua, ‘Harta bisa jadi menjadi arena persengketaan.’ Sejatinya, ini bukan perkara ‘harta itu sendiri.’ Tetapi lebih pada sikap hati yang over-possesif. Gurita akan harta tentu akan membelit hati untuk melihat kepentingan yang lebih luas.

Terlalu fokus pada harta-kekayaan hanya demi diri sendiri bisa halalkan segala cara demi mendapatkannya. Bukankah ‘ribut-ribut ade-kaka, dalam keluarga besar, dalam satu lintasan atau lingkaran turunan terkadang terjadi, misalnya, akibat ketidaksejukan hati dalam usaha memilikinya?

Di sini, setiap kita memang mesti menguasai diri. Semuanya demi tetap memandang segala harta-kekayaan demi membangun kehidupan bersama yang indah dan harmonis.

Ketiga, ‘Harta-kekayaan itu mercusuar untuk hati yang bersolider.’ Kita tetap punya hati untuk ‘tidak kumpulkan bagi diri sendiri.’ Tentu tidak pula untuk sekian berfoyah-foyah. Kemampuan untuk mengatakan dan bertindak cukup bagi diri sendiri sebenarnya punya orientasi kepada sesama.

Baca juga yang ini :

Bagaimana mengenal suara Roh Kudus?

Kita memang tidak perlu harus ‘menjadi kaya sekali’ sebagai syarat untuk berhati solider. Tidak! Tetapi bahwa kita tetap miliki hati yang berbagi. Mata kita tak boleh ‘pura-pura tertutup atau telinga kita tak boleh dibuat sengaja’ untuk seolah-olah tidak mengetahui bahwa ada yang ‘lapar, haus, telanjang, sakit, sebagai orang asing…’

Kita memang harus membatalkan segala gairah untuk selalu ‘beristirahatlah, makanlah, minumlah, dan bersenang-senanglah’ karena telah merasa ‘mengumpulkan banyak’ (cf Luk 12:19). Sebab, mata dan hati sudah sekian terganggu oleh nyanyian ratapan yang malang nasibnya.
Keempat, ‘Ketika orang itu mendengar perkataan itu, orang itu, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya’ (Luk 18:23). Ini kisah tentang orang kaya yang sulit ‘tinggalkan apa yang ia miliki demi orang miskin.’ Persoalannya bukanlah serta merta bahwa orang kaya sulit masuk Kerajaan Allah. Tetapi lebih pada hatinya yang tak riang-gembira untuk terlepas dari apa yang ia miliki demi orang lain.

Lagi-lagi kita mesti renungkan sebuah atmosfer hati yang bebas. Penuh ceriah dan merasa bangga pada diri sendiri. Bahwa dari apa yang ‘kupunyai dan kuusahakan’ sesama atau orang lain dapat (bertahan) hidup dan berkembang dalam hidup pula. Sungguh, untuk menjadi orang kaya dan berharta manusia bisa mendayakan segala kemampuan dan potensi yang dimilikinya. Tetapi untuk ‘membuat orang lain juga dapat hidup karena apa yang kita miliki menuntut kekuatan dan kebesaran hati.

Sebab itu, marilah kita tetap berdoa pada Tuhan. Sekiranya Tuhan tetap memberikan rahmat ‘Rasa Hati yang berkecukupan. Agar kita tetap mampu memandang sesama yang tak beruntung nasibnya.’

Verbo Dei Amorem Spiranti
Tuhan memberkati
Collegio San Pietro - Roma



















Posting Komentar

0 Komentar