Header Ads Widget

Satu Permenungan : Jangan Sampai Kita Kehilangan Ruang Kosong

Jangan Sampai Kita Kehilangan Ruang Kosong

-satu permenungan-
Pater Kons Beo,SVD


“Akan selalu ada orang baik di sekitar kita. Bila tak kau temukan, maka jadilah engkau salah satu di antaranya…”
(Anonim.)

Di malam Perjamuan Akhir itu satu ‘ruang kosong’ telah diawali. Kata Yesus pada murid-muridNya, “Aku berkata kepadamu sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku” (Mat 26:21). Satu kebersamaan yang terluka dan menganga segera terjadi. Tetapi, siapakah yang harus jadi biang penyebabnya? Kepanikan keduabelas murid itu tak tersembunyi.

‘Segera cuci tangan’ walau belum terbukti ‘kotor’ secepat kilat disuarakan, “Bukan aku, ya Tuhan?” (Mat 22:22). Para murid segera ingin masuk ke ruang tak bersalah. Bukan jadi biang penyebab pengkhianatan terhadap Yesus Sang Guru. Mereka masing-masing tak ingin dipersalahkan. Namun, “seorang di antara kamu..” telah jadi satu ketidaknyaman yang sungguh menyentak.


Tentu, Yesus Tuhan dan Guru, bisa saja terkhianati dan diserahkan! Perkumpulan para murid duabelasan itu bukanlah group ‘telanjang dan benar-benar bersih. Suci lahir dan di dalam batin.’ Namun yang jadi soal adalah ‘siapakah sesungguhnya seorang dari antara mereka itu?’

Sebelum Yesus nyatakan dengan ‘jelas-jelas atau samar’ siapakah ‘seorang dari antara kamu’ itu, setiap murid terjebak dalam benarkan diri sendiri. Demi proklamasikan kemurniannya: ‘Bukan aku, ya Tuhan?’ Sungguh! Sebuah ruang kosong telah tercipta. Namun, tidak kah itu mesti dilihat sebagai momentum untuk berbenah?

Baca juga : 
Jangan Sampai Kita Kehilangan Ruang Kosong

Kita mungkin saja tak pernah siap untuk satu ruang kosong yang sering terjadi dalam hidup! Terkadang kita terperangkap dalam aksi gerak cepat ‘selamatkan situasi ataupun amankan diri sendiri.’ Bahwa kita bukanlah titik awal dari suasana khaos yang terjadi. Nyatanya?


Sayangnya, bukannya alam damai nan sejuk yang diraih, tetapi malah batin kita bisa dijejali banyak kesimpangsiuran. Sebab, setiap kita tak mau terlebih dahulu tenangkan diri sendiri. Demi mengakrabi ruang kosong yang harus kita dalami itu


Si bijak tetap ingatkan untuk tak terjebak dalam rawa-rawa kepanikan. Sebab katanya, kita terlalu bersemangat untuk cari solusi dan merasa telah temukan akar persoalan yang sebenarnya. Jadinya kita tak tahu bedakan lagi antara imajinasi, ilusi, mimpi-mimpi dan mana kah kenyataan yang sebenarnya. Terkadang pula kita secepatnya tampil sebagai penasihat. Tanpa terlebih dahulu senyap dan hening dalam menyusuri persolan. Kita tergopoh-gopoh untuk pastikan satu jalan keluar, tanpa tahu seperti apa sebenarnya semak belukar permasalahan. Dan lagi, kita bisa pula keasyikan dalam tumpahkan air siraman rohani ‘tanpa peduli apakah orang yang mendengarkannya memiliki masalah atau pemikiran yang sama?’

Baca juga : 
Dan berjuanglah menjadi sahabat seperjalanan dalam ziarah bersama

Panggilan ke dalam ‘ruang kosong’ berarti kesediaan dan kerelaan untuk memberi kesempatan, waktu dan tempat untuk menjelajahi semuanya tenang tenang. Di situ selalu terdapat pertanyaan untuk direnungkan. Benarlah satu dari sekian indikasi adanya kecerdasan spiritual: ‘Bahwa kita mesti lebih banyak bertanya mengapa kah demikian ketimbang sekian gencar memastikan sesuatu.

Orang yang cerdas secara rohani selalu memiliki ‘open ticket’ untuk terbuka pada pertanyaan. Dia tak pernah gegabah untuk mempersalahkan dan lantas segera menghakimi. Ia sungguh jauh dari niat dan usaha untuk ‘menghakimi’ sesama. Hanya agar diri sendiri dapat peluang untuk terbebaskan.

Maka, “Ruang Kosong” itu mesti terciptakan. Agar kita sendiri berani untuk dituntun demi menerawang kerumitan persoalan yang terjadi. Ingatlah! Tidak kah satu persoalan bisa bersifat integral-holistik, yang mempengaruhi seluruh ekosistem? Ambil saja satu contoh kecil. Orang bisa berteriak sejadinya pada pemerintah soal air minum yang rajin macet-macet. Padahalnya ‘tebang hutan jalan terus’ yang jadi penyebab turunnya debit air.

Baca juga : 
Kolekte sebagai bentuk tanda syukur kepada Tuhan

Kita memang tak boleh kehilangan ruang kosong untuk teduh berpikir, untuk terus memperkokoh keyakinan pada diri sendiri. Dunia sudah terlalu sumpek dengan lalu lintas informasi. Hal ini belum lagi dipertebal lagi dengan tawaran analisis sana-sana. Hampir tak ditemukan atau tercipta lagi ‘ruang kosong’ seperti itu. Sebab, ‘ruang kosong’ seperti itu sudah disegel oleh ‘perang informasi, perang data, perang analisis, perang kepentingan, dan juga perang cita-cita’ antara sekian banyak kelompok. Nampaknya, kita telah kehilangan kesempatan untuk serius ‘merenungi semua yang terjadi.’ Dari mana dan ke manakah akhirnya semuanya ini akan bermuara pasti?

Mari kembali pada Yesus, Tuhan dan Guru dan para muridNya. Khaos memang telah terawali saat setiap kita ingin paksakan kehendak dan cenderung ‘benarkan diri sendiri: Bukan aku, ya Tuhan?’ Dunia di mana kita huni ini menjadi semakin suram? Tenanglah! Bisa saja, kita sendirilah yang jadi salah satu biangnya. Bagaimanapun, dalam Tuhan selalu ada kekuatan untuk menggapai suasana hidup yang terbaik.

Baca juga : 
Ruang Tendangan Pojok ; Dan Candi Borobudur pun tak Jadi Sunyi…

Dan itulah kepastian iman kita. Tidakkah setiap kita bercita-cita demi kebaikan dalam Tuhan? Dalam segala kekuatiran, kekurangan, kelemahan dan ketakberdayaan di suasana hidup ini, tetap tercipta ‘ruang kosong’ untuk kita renungkan dan maknai kasih karunia dan berkat Tuhan yang takan pernah hilang. Sebab Tuhan sendiri pasti tak ingin cintaNya usai di sini…. Sebab kasihNya selalu dan selamanya.


Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio San Pietro – Roma.






Posting Komentar

0 Komentar