Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI : Itukah yang Kita Sebut sebagai Doa?


Satu permenungan

-Bacalah Injil Lukas 11:1-13-

“Jangan pernah melupakan tiga sumber kekuatan yang selalu Anda miliki: Cinta, Doa dan Pengampunan…”
(H. Jackson Brown, Jr)

Pater Kons Beo, SVD


Betapa hidup kita sering dalam kesulitan. Tantangan demi tantangan kita hadapi. Kenyataan pahit demi kenyataan pahit mesti dialami. Sekian banyak hal datang mendera kepala dan batin kita. Kita datang kepada Tuhan. Semuanya kita ungkapkan kepadaNya. Dalam jeritan hati menyayat. Dalam suara lemah penuh pilu. Kita berkeluh.

Kita yakini kata-kata Yesus, “Datanglah kepadaKu semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu…” (cf Mat 11:28-30). Namun, kelegaan apakah yang diberikan Yesus? Akan kah segala beban, tantangan atau cobaan dihilangkan dari hidup kita? Mungkin kah kehidupan di dunia nyata dan fana ini mesti terbebaskan dari semuanya? Nyatanya tidak seperti itu.

Doa bukanlah sebuah ‘aksi rohani’ pelarian dari masalah. Kata si bijak, “Doa malah menjadi awal perutusan kita mesti masuk dalam kenyataan hidup yang sebenarnya.” Namun, kita masuk ke dalam kenyataan kehidupan itu dengan titik tumpuan dan sudut pandang yang baru. Doa menjadikan kita penuh harapan. Dalam semangat yang baru dalam Tuhan.

Baca juga: 

Pojok Kitab Suci ; Berita Kepada Kawan Adalah Berita Damai


Doa senantiasa berarti pengagungan akan “Bapa kami yang ada di surga dan dimuliakanlah NamaMu.” Nama Tuhan yang mulia itu tetaplah mulia walau dalam kenyataan pahit yang kita hadapi. Perang dan berbagai kisah sulit yang dihadapi tak pernah sanggup batalkan harapan bahwa: kehendak Tuhan lah yang senanti terjadi dan melampaui segalanya.

Doa pun selalu ingatkan kita untuk bertarung demi ‘rejeki yang secukupnya.’ Melalui usaha, perjuangan dan kerja keras. Rejeki itu datang dari Tuhan yang merestui dan memberkati. Saat disadari bahwa rejeki itu datang dari Tuhan, dan Tuhan itu adalah Bapa dari semua, maka sepantasnya rejeki itu dialami sebagai panggilan untuk berbagi.

Maka rejeki secukupnya adalah alarm untuk tidak menumpuk, untuk tidak mencari hanya demi sendiri. Rejeki secukupnya adalah peringatan dini agar dijauhkan dari perangkap tindak koruptif yang merugikan sekian banyak orang. Berpikir dan bertindak solider adalah buah dari doa kepada Allah, Pemberi segala kasih karunia.

Dalam doa, terdapat pula permohonan agar kita sanggup mengampuni sesama. Kita sungguh imani Allah yang Pengampun dan Penyayang. Kita tahu betapa Allah, Tuhan kita, sungguh mengasihi kita dalam KasihNya tanpa syarat. Iman kepada Allah sedemikian itu berbuah pula pada sikap kita untuk ‘tulus hati dan berbesar jiwa dalam mengampuni.’

Baca juga :

Pastoral Diakonia, Aku Susah Kamu Bantu, Kamu Susah Aku Bantu

Sanggup kah kita berdiri, duduk dan berlutut di hadapan Tuhan, sambil tetap mengikat sesama dalam kesalahan yang ia berbuat terhadap kita? Tentu sesuatu yang tak gampang dan sungguh menantang. Sebab itulah, berdoa menjadi tindakan yang membebaskan sesama. Dan dengan demikian kita pun membebaskan diri sendiri dari jebakan kemarahan dan rasa dendam yang cenderung menggumpal dan membeku.

Marilah, kita sepantasnya renungkan pula kekuatan kata-kata Yesus dalam ajaran Doa Bapa Kami, “Janganlah membawa kami ke dalam pencobaan” (Luk 11:4). Selama bumi masih berputar dan saat manusia masih berziarah di atas kefanaan maka pencobaan ‘tetap berkeliling bagai singa meraung-raung mencari mangsanya.’

Dosa adalah ‘kesepakatan suram dengan pencobaan.’ Tetapi yakinlah, Tuhan tak membawa manusia ciptaanNya kepada pencobaan. Sebaliknya, Dia adalah Tuhan yang membebaskan kita dari segala pencobaan. Dosa lahir oleh ‘kelemahan kehendak.’ Itulah keyakinan St Thomas Aquino. Dan setiap kita manusia pasti mengalaminya.

Kita semua tak luput dari alam kedosaan dan kebersalahan. Yang kita perjuangkan barangkali hanya sebatas gradasi ‘kurang lebih, berat ringan, sedikit banyak’ dari tumpukan pencobaan yang berujung dosa. Bagaimanapun, dalam doa kita berani untuk belajar ‘pulang kepada Kasih Bapa.’ Tetapi bahwa kita juga berani ‘kembali kepada sikap dan perbuatan kasih akan sesama-sesama kita.’

Baca juga :
Tetapi, sungguh kah kita telah berdoa secara benar seperti yang diajarkan Yesus?

Maka, sekiranya pertanyaan-pertanyaan menantang berikut ini mesti dibentangkan ke hadapan kita:

  • Itukah yang disebut doa saat kita memaksa Tuhan agar kita harus bebas murni dari segala kenyataan hidup yang sulit, yang menuntut pengorbanan?
  • Itukah yang disebut doa saat kita menuntut Tuhan demi kelimpahan rejeki, sambil kita menutup kesempatan mendapatkan rejeki sesama-sesama kita?
  • Itukah yang disebut doa ketika berlutut memohon ampun, tetapi hati kita tetap terbakar amarah dan dendam akan sesama?
  • Itukah yang disebut doa ketika demi ‘kemurnian pencitraan diri sendiri’ kita lakukan tindakan penghinaan dan penistaan terhadap orang lain ke sana ke mari (bdk ‘doa orang farisi dalam Bait Allah, Luk 18:9-14)?
  • Itukah yang disebut doa, saat kita begitu mudah serukan dan memakai Nama Tuhan dan lalu dengan gampang memperkusi sesama-sesama kita?
  • Itukah yang disebut doa dan persembahan ketika kita ‘memuliakan Nama Tuhan dengan bibir sementara hati kita jauh dariNya’ (cf Yes 29:13, Mat 15:8-9)?
Terkadang tak gampang pula untuk berdoa bersama dalam damai. Sebab hati masih terbakar amarah, dan ditimpah oleh segala macam rasa ‘yang tidak enak punya terhadap sesama.’ Lihat saja, misalnya, untuk doa devosional bergilir di Bulan Rosario (Mei dan Oktober), orang yang (merasa) bersalah terhadap kita tak sanggup datangi rumah kediaman kita. Sebab kita ‘masih tegar hati untuk tak memaafkannya.’

Baca juga :

Pada masa tuapun mereka masih berbuah


Marilah kita yakini bahwa doa adalah kekuatan hati yang berisi iman, harapan dan kasih untuk ‘menurunkan Langit untuk membumi. Demi menjamah keseharian kita.’ Tetapi, doa juga adalah kekuataan hati yang menyapa sesama-sesama kita. Agar semakin mendekat untuk selalu didekap dalam rangkulan kasih. Sebab doa yang benar tak pernah membuat langit semakin jauh mengangkasa; doa tak pernah menjauhkan dan mengenyahkan sesama.

Doa adalah nyanyian persahabatan kita dengan Allah, Bapa Kita Bersama serentak menjadi lantunan kita bersama penuh rasa kekeluargaan. Sebab, kita semua adalah anak-anak yang satu dari BAPA KITA BERSAMA.


Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti

Collegio San Pietro - Roma




Posting Komentar

0 Komentar