Header Ads Widget

Pojok Kitab Suci; Yusuf ke Mesir: Skenario Perdagangan Manusia? (merenung kisah Yusuf-Kitab Kejadian 37:12-36)

“Kita tidak bisa berputus asa tentang kemanusiaan, karena kita sendiri adalah manusia”

(Albert Einstein, fisikawan teoretis, 1879 – 1955)

Yusuf ke Mesir: Skenario Perdagangan Manusia?
(merenung kisah Yusuf-Kitab Kejadian 37:12-36)


P. Kons Beo, SVD

Yakub: Aura kasih keayahan yang tak mudah


Baca juga yang ini; Pojok KITAB SUCI; Dendam dan Benci Menjarakkan – Kasih dan Pengampunan itu Mempertemukan


Memang semuanya tak mudah bagi Yakub. Bagaimana ia mesti ‘membagi kasih’ terhadap ke duabelas putranya itu? Dengan cara yang sama dan sama rasa pula? Mari kita komen seadanya aura keayahan Yakub bagi anak-anaknya itu.

Dari empat perempuan yang singgah di jiwa-raga Yakub lahirkan baginya dua belas putera dan seorang puteri. Kitab Kejadian – Alkitab, kisahkan secara jelas.

Lea hadirkan Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar, Zebulon dan seorang putri bernama Dina. Dari Bilha, hamba perempuan Rahel lahirlah Dan dan Naftali. Lea memberikan Zilpa, hambanya kepada Yakub. Dan dari Zilpa lahirlah Gad dan Asyer. Dan dari Rahel, istri yang dikasihi Yakub lahirlah Yusuf dan Benyamin.

Keluarga Yakub di titik genting

Suasana keluarga Yakub, yang penuh hewan ternak itu, perlahan ada di titik genting. Yusuf, yang sering juga gembalakan ternak bersama-sama para abangnya, saksikan sendiri kerja suramnya para abangnya itu. Dan tak tinggal diam, “Yusuf menyampaikan kepada ayahnya tentang kejahatan saudara-saudaranya” (Kej 37:2).


Alam benci pun perlahan muncul. Mungkin kah para saudara Yusuf itu tak jujur dan penuh mafianya di padang penggembalaan? Entahlah. Yang jelas Yusuf sudah bertutur semuanya pada Yakub, ayah mereka.

Yakub: Ayah yang pilih kasih?

Gelora hati panas para saudara Yusuf perlahan menanjak. Ini soal perlakuan Yakub, sebagai ayah, dirasakan timpang. Terlalu fokus rasa kasih sayangnya terhadap Yusuf. Bayangkan saja, “Yakub menyuruh membuat jubah yang maha indah bagi Yusuf” (Kej 37:3).

Maka ketidakramahan pun tak terhindarkan. Yusuf jadi pribadi yang tak disukai. Dapat dibayangkan hidup Yusuf, dengan kasih sayang dari ayahnya, dan ‘jubah teramat indah,’ namun harus dikelilingi oleh rasa benci, irihati dan segala perlakuan tak ramah (cf Kej 37:4).

Dan kebencian para saudara Yusuf pun memuncak. Kali ini bersinggungan dengan suatu mimpi. Kata Yusuf, “Aku bermimpi pula: tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku” (Kej 37:9). Dan Yusuf pun mesti ditegur Yakub, sang ayah. Sebuah mimpi yang tak beretika. Tak pantas orangtua dan kesebelas saudara mesti menyembahnya “sampai ke tanah” (Kej 37:10).


Baca juga yang ini Penting; Kolekte sebagai Bentuk Tanda Syukur kepada Tuhan

Skenario ‘darah binatang buas’

Dan pada titiknya momentum pilu harus dialami Yusuf. Entahkah ia akhirnya harus jadi korban satu skenario syarat kebencian? Dikiranya para saudaranya menggembalakan ternak dekat Sikhem, ternyata semuanya ada di daerah Dotan, yang jauh itu. Dan Yusuf pun harus mencarinya ke sana. Dan di Dotan itulah skenario dibangun.

Kita ringkaskan kisahnya, -iya syukurlah bila masih terekam atau telah membaca kisah Yusuf dalam Alkitab. Sebab, bisa saja kisah-kisah film India atau drama-drama Korea lebih digemari anak-anak dan kaum muda ‘zaman now,’ ketimbang kisah-kisah Alkitab-.

Tetapi, mari kita lanjut. Yusuf harus dihabisi nyawanya. Jenasahnya mesti dibuang ke dalam sumur. Jubahnya mesti direndam dengan darah hewan buas.

Yakub, sang ayah, mesti dapatkan kabar bahwa anak kesayangannya mati tragis karena terkaman hewan liar. Akan tetapi, skenario itu gagal. Sebab, Ruben, si sulung, tak menghendaki ‘adiknya, Yusuf, saudara semua mereka, untuk diapa-apakan.’ Suara lantang Ruben, “Jangan kita bunuh dia!” (Kej 37:22).


Dan si Yehuda pun bersuara. Tak ada untungnya membunuh saudara dan darah daging kita sendiri. Yang terbaik bagi Yehuda adalah “Mari kita jual dia kepada orang Ismael ini” (kej 37:27).

Dan, kisah Yusuf pada akhir Bab 37 Kitab Kejadian lukiskan betapa pilunya hati Yakub, sang ayah, karena kehilangan anak yang dikasihinya. Yakub bahkan tak ingin dihibur sedikitpun.

Menuju Mesir

Episode Yusuf pun ditutup dengan satu kisah pengasingan. “Adapun Yusuf, ia dijual oleh orang Midian itu ke Mesir, kepada Potifar, seorang pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja” (Kej 37:36). Tindakan menjual Yusuf dianggap ‘ada untungnya’ ketimbang harus membunuhnya.

Satu pertanyaan mesti hinggap di hati kita. Mengapa kah Yusuf mesti dijual ke orang asing? Semula ada niat agar Yusuf ‘dihabisi.’ Yusuf sungguh beruntung. Masih ada Ruben, kakak sulungnya, yang menyelamatkannya. Beruntung pula ada suara si Yehuda walau Yusuf mesti dilepas ke tangan orang Ismael.

Mungkin kah ini kesalahan Yakub, sang ayah, yang sekian anak-emaskan Yusuf dan ‘abaikan yang lain? ‘Kepemimpinan pilih kasih’ sungguh bangkitkan rasa dengki dan irihati.

Tinggalkan alam Yakub

Tetapi sungguh kah Yakub sengaja mendadani Yusuf sebagai anak rumah yang dimanja? Dan sementara yang lain mesti peras keringat, berpayah-payah di padang penggembalaan?

Tetapi, pada saatnya, Yusuf mesti ‘dikeluarkan’ dari segala kemewahan perlakuan Yakub, sang ayah. Ia mesti dijual ke orang Median. Dan harus, akhirnya, ‘didagangkan’ ke tangan Potifar, salah seorang pejabat di tanah Mesir.

Namun, apa memang hanya karena rasa cemburu itulah, satu-satunya alasan, yang jadi pemicu? Atau kah memang ada kepentingan tersembunyi di balik tindakan para saudara Yusuf?

Episode suram perdagangan manusia zaman kini?

“Memperdagangkan saudara sendiri?” Satu tindakan keji yang nyata terbaca dalam Alkitab. Namun, tidak kah tragedi kemanusiaan itu tetap berlanjut? Episode suram ‘padang pengembalaan Dotan’ itu bisa jadi simpul dari tragedi kemanusiaan di masa kini pula.

Human trafficking adalah kisah pilu tentang kemanusiaan yang ambruk. Namun, itu kah yang disadari serius? Tanah seberang adalah lukisan kisah penuh mewah. Berkelimpahan susu dan madu. Mimpi ‘hujan emas di negeri orang’ telah sulapkan hati penuh gelora untuk beralihlokasi. Menuju tanah terjanji. Akibatnya?

Serasa tak penting apa itu sebuah proses yang benar dan seharusnya dilewati. Tak peduli akan ketrampilan apa yang mesti jadi bekal. Kepasrahan diri nampak telah jadi jaminan nyaman. Tak pernah disadari bahwa sekian banyak ‘sumur resapan maut’ yang sesungguhnya telah dikaroseri para pelaku keji dan berbahaya.

Tak pernah kurang kisah getir


Kita tak pernah kurang kisah-kisah penuh getir yang terdengar. Saat teror, ancaman, siksaan serta perbagai tekanan jadi cerita yang telah jamak terendus. Orang telah bertarung ‘cari hidup’ sambil harus gadaikan ‘nafas hidupnya sendiri.’

Di masa kini, manusia telah benar-benar piawai dalam memperdayai sesama. Yang terungkap dalam berbagai modus homo homini lupus, ‘manusia adalah serigala bagi yang lain.’ Itulah kisah nyata yang sungguh mengkuatirkan.

Kita pasti terenung jauh. Beda nasib Yusuf bin Yakub, yang berakhir gemilang di tanah Mesir bagi saudara-saudaranya. Situasi sebaliknya, terdapat sekian banyak saudara kita yang ‘terjual mudah’ ke negeri seberang. Dan akhirnya harus kembali pulang tak wajar dalam sunyi selamanya.

Akhir penuh pilu

Mereka tak membawa pulang dari tanah ‘Mesir-perantuan’ sekian banyak peti bukti perjuangan hidup. Yang nyata adalah tubuh dingin dan kaku mereka yang telah ‘dipetimatikan.’ Yang akhirnya mesti disambut kaum keluarga dan seisi kampung halaman dengan ratapan menyayat.

Dan mari kita menatap pula ke wilayah ‘tanah pengembalaan – NTT.’ Bukan tak beralasan bila Gabriel Goa, Ketua Dewan/Pembina Padma Indonesia mengklaim bahwa sungguh “NTT: Ladang Subur Perdagangan Orang.”

Cerita NTT tak pernah sepih dari rentetan kisah pahit yang tertenun dalam nestapa perdagangan manusia. Di Januari hingga Senin, 22 Februari 2022 saja telah terjadi 25 kisah kematian perantau NTT. Dan hanya satu di antaranya yang lewati jalur wajar (prosedural).

Human trafficking kiranya telah siratkan daya kerja penuh mata rantai mafiosi. Semuanya berujung pada tragedi kemanusiaan yang sungguh miris. Jika keadaan terus seperti ini, maka kepada apa dan siapa lagi suara berkeluh dan tangisan duka lara ini ditujukan?

Tetapi, setiap kita tak pernah boleh berputus asa, pantang menyerah, apalagi bila harus menutup mata. Demi segala narasi kemanusiaan yang harus bercitra dan bermartabat, kita terpanggil untuk memperjuangkannya.

Verbo Dei Amorem Spiranti


Pater Kons Beo, SVD

Mari kita renungkan kata-kata St. Arnoldus Janssen (perayaan 15 Januari):
  1. Pendiri SVD        :  1875
  2. Pendiri SSpS       :  1889
  3. Pendiri SSpS-Ap :  1896
  1. "Tabahkanlah hatimu dengan gembira, jangan merasa cemas bila salib-salibmu sering-sering terlalu kasar, terlalu berat dan tajam pada sisi-sisinya. Semuanya akan berakhir, tapi ganjaran yang abadi tak kan ada kesudahannya." 
  2. "Teguhkanlah hatimu dan percayalah kepada Allah. Sesudah hari-hari gelap akan menyusul hari-hari cerah. Anggaplah semuanya ini sebagai hal yang pasti."
  3. Sebagaimana seorang pengemis tidak dapat menyombongkan diri, kalau ia menerima pemberian-pemberian yang besar, demikian pula kita tidak  boleh bersikap angkuh atas anugerah-anugerah Allah."
  4. "Berbahagialah orang yang tidak takut untuk hidup dalam ribuan pengorbanan dan kekurangan demi memperoleh banyak orang bagi Kristus."
  5. "Semakin banyak kita menghormati ROH KUDUS, kita semakin layak untuk menerima karunia-karuniaNYA."

St. ARNOLDUS JANSSEN,
DOAKANLAH KAMI
AMIN

Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong, Minggu (10/3/2024) menyelenggarakan pertemuan pastoral untuk membentuk kepanitian Prosesi Sakramen Maha Kudus (Juni 2024) dan Perayaan Pesta Intan (75 tahun) Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong pada bulan juni tahun 2025, bertempat di Pendopo Pastoran.

Pertemuan dihadiri oleh Pator Paroki, Dewan Inti Pastoral, utusan komunitas Biara Suster (KFSA/PSM/AHKYB/PSM), Ketua Wilayah (Woang/Redong/Perumnas), Utusan dari Kelompok Katergorial (Vanclar/KTM/Legio Maria/OMK). Jumlah mereka sebanyak 35 orang.






Yayasan Ayo Indonesia atas dukungan Missionprokur SVD Steinhauzen - Swiss melakukan suatu survei pasar untuk mengetahui pasokan dan permintaan sayur-sayuran di Pasar Lembor, Ruteng, dan Borong. Hasil survei ini kemudian menjadi acuan dalam menyusun suatu panduan pola dan waktu tanam yang terfokus pada pasar  

   Pohon Mangga ini tumbuh baik hingga saat ini di kebun salah satu keluarga di Paroki Lengkong Cepang. Benihnya disediakan oleh Program kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan Missionprokur SVD Steinhauzen - Swiss, tahun 2014. 
Didokumentasikan oleh
Stef Jegaut, Selasa (15/8/2023) 





Pada program Pemberdayaan Sosial-Ekonomi, kerjasama Yayasan Ayo Indonesia dengan Missionprokur SVD Steinhauzen - Swiss tahun 2014, salah satu kegiatannya, adalah mempromosikan pembuatan Toilet dan Septik Tank menggunakan bambu untuk menggantikan fungsi besi beton, ternyata masih bertahan kuat sampai saat ini di Lengkong Cepang. Didokumentasikan oleh Stef Jegaut,Selasa (15/8/2023).

Adalah Koperasi Simpan Pinjam Inklusi di Manggarai, 25 orang Penyandang Disabilitas telah menjadi Anggota KSP Credit Union Florette: Menyediakan Pinjaman Berbunga Rendah, melakukan Upaya Pemberdayaan Sosial Ekonomi (bisnis) dan mengajarkan Literasi/Melek Keuangan. Kerja sama dengan Yayasan Ayo Indonesia (Rumah Belajar)


Jasa Rental Kendaraan untuk Anda, Kami Siap Melayani dengan HATI:



Ayo Merawat Bumi, Rumah Kita Bersama
Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong

Socio Economic Empowerment Diakonia Pastoral Service

 

Dampak Perubahan Iklim di Manggarai Timur

Posting Komentar

0 Komentar