Header Ads Widget

Perubahan Iklim dan Kehilangan Penghasilan Dari Para Petani Kecil di Perdesaan




Identifikasi dampak dari Perubahan Iklim secara partisipatif di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur-NTT/Foto RH


Komunitas adat di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur, Selasa (10/5/2022) berpartisipasi pada kegiatan identifikasi dampak dari perubahan iklim terhadap sektor pertanian dan kapasitas/foto RR.


umpungjayasiar.com RUTENG.Yayasan Ayo Indonesia bersama Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur melaksanakan salah satu kegiatan dari Program VICRA, yaitu mengidentifikasi dampak dari perubahan iklim dan kapasitas pada komunitas adat di Kampung Nelo, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur. Peserta yang berpartisipasi pada kegiatan tersebut, berjumlah 20 orang, 9 orang di antaranya adalah perempuan. Semua peserta bermatapencaharian bertani dengan latar belakang pendidikan terakhir, antara lain, 6 orang menamatkan Sekolah Menangah Atas (SMA), 2 orang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 12 orang lainnya, tamat Sekolah Dasar (SD). Kegiatan ini secara pendanaan didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta.



Richard sedang memandu kegiatan diskusi

Rikhardus Roden, selaku Fasilitator diskusi pada penyampaian pengantar kegiatan menjelaskan bahwa tujuan kegiatan hari ini, adalah 1). untuk menyebarluaskan informasi tentang perubahan iklim, 2).mengidentifikasi dampak dari perubahan iklim yang dialami oleh komunitas adat Nelo pada sektor pertanian dan potensi apa saja yang dimiliki sebagai kekuatan guna menentukkan tingkat kerentanan individu dan masyarakat terhadap perubahan iklim. 3).mendorong masyarakat berpartisipasi untuk menyuarakan isu perubahan iklim berdasarkan hasil identifikasi dampak dari Perubahan Iklim dan analisis tingkat kerentanan di tingkat komunitas kepada Pemerintah Desa Golo Ngawan, Kabupaten Manggarai Timur dan Provinsi Nusa Tenggara Timur agar menjadi acuan dalam kebijakan pembangunan yang berorientasi pada ketahanan iklim sehingga komunitas nanti memiliki ketahanan, baik ekonomi maupun pangan di masa Perubahan Iklim yang sedang berlangsung saat ini. Isu Perubahan iklim akan didorong menjadi arus utama dalam RPMJD/APBD dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Manggarai Timur dan RPJMdes/APBDes dari Pemerintah-Pemerintah Desa di Kabupaten Manggarai Timur.

Baca juga yang ini : 
Perubahan Iklim sedang mengancam kita semua, khususnya kelompok-kelompok rentan

Untuk itu, harap Rikard kepada para peserta yang hadir pada diskusi ini untuk secara terbuka mengemukkan fakta-fakta atau persoalan-persoalan yang sudah sedang terjadi di sektor pertanian sebagai akibat dari perubahan iklim.

Florianus Hasi, District Officer program VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience Actions) di Kabupaten Manggarai Timur secara singkat menjelaskan kepada para peserta, kenapa isu perubahan iklim harus dibicarakan bersama dengan semua pemangku kepentingan dan apa itu perubahan iklim.

Dia menjelaskan berdasarkan hasil kajian, PPN/Bappenas menetapkan Kabupaten Manggarai Timur sebagai Kabupaten super prioritas untuk melaksanakan aksi pembangunan berketahanan iklim sebab telah terjadi perubahan iklim yang akan berdampak kepada menurunnya produksi pangan, khususnya padi. Potensi kerugian yang ditimbulkan dari perubahan iklim dalam bentuk penurunan hasil padi di NTT secara keseluruhan, berkisar 10,1 % - 17 % sehingga kita semua harus duduk bersama untuk berdiskusi mencari cara mengatasinya agar tidak terjadi krisis atau kelangkaan pangan utama, yaitu beras saat ini dan di masa depan.




Beni sedang menjelaskan dampak perubahan iklim pada sektor pertanian pangan dan perkebunan di Manggarai Timur


Cuaca dan iklim berbeda definisinya, tegas flory, cuaca adalah kondisi atmosfer pada suatu wilayah untuk periode waktu yang singkat, jam atau hari sementara iklim menggambarkan kondisi atmosfer, rata-rata pada suatu wilayah untuk periode waktu yang cukup lama, biasanya sekitar 30 tahun, dipengaruhi oleh interaksi atmosfer, daratan dan lautan. Cuaca lebih bersifat sesaat sedangkan iklim lebih bersifat pengulangan (pola) untuk periode waktu yang panjang. Unsur-unsur dari Iklim dan Cuaca, adalah awan, angin, sinar matahari, hujan, kelembaban dan suhu udara. Kita lebih mengenal cuaca daripada iklim.


Jadi perubahan iklim, jelas flory adalah perubahan pada pola dan itensitas unsur iklim tadi pada periode waktu yang lama kurang lebih 30 tahun. Menurut Panel antar pemerintahan tentang perubahan iklim (IPCC) menegaskan perubahan iklim telah tejadi, dimana indikasinya, adalah suhu udara meningkat, angin kencang, kenaikan tinggi permukaan air laut, dan hujan dengan intesitas tinggi. Perubahan iklim disebabkan oleh meningkatnya karbondioksida (C02) dan Metana (CH4) di atmosfer yang berasal dari kegiatan-kegiatan manusia, seperti asap dari kendaraan, pabrik, pembakaran lahan pertanian, dan peternakan.

Sedangkan Benyamin Dansis, Kepala Bidang Pengendalian dan penanggulangan bencana pertanian dan Perizinan Pertanian di Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur, menyatakan, berdasarkan data produksi padi pada periode tahun 2019-2021, produksi padi menunjukkan kecenderungan menurun, sebesar 18,24 % (23‘981 ton), dari total produksi sebanyak 131.492,40 ton turun ke angka 107.510,45 ton.


Hal ini umumnya, jelas Beni, disebabkan oleh terjadi kekeringan pada petak sawah akibat dari rusaknya jaringan irigasi saat banjir pada musim hujan, musim kemarau yang semakin lama kurang lebih 8 bulan di sebagian besar wilayah Kabupaten Manggarai Timur, dan serangan hama yang cukup tinggi.

Dia menambahkan di wilayah pantai utara sawah seluas 10 ha dan 3 Ha di Kota Komba, pada awal tahun 2022 terendam air akibat curah hujan tinggi dengan durasi lama, kondisi ini memungkinkan berkembangnya hama keong mas. Hama keong mas merusak tanaman padi pada saat memasuki fase vegetatif dan akhirnya petani mengalami gagal panen.

Akibat dari kekeringan, lanjut Beny, lahan sawah produktif, sebanyak 2.095,58 hektar dari Total 23.857,1 hektar lahan sawah produktif atau sebesar 8,78 % tidak dapat berproduksi atau gagal panen. Padahal selama ini Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur berkomitmen untuk meningkatkan hasil padi melalui upaya ekstensifikasi lahan dan introduksi benih-benih unggul dengan skema bantuan sehingga pertanyaannya reflektifnya apa tidak sebaiknya pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan memberi perhatian serius akan isu perubahan iklim?

Baca juga yang ini : 
Hebat!!! Sorgum atau pesi, tanaman pangan lokal bisa hidup di lahan kritis

Menurut Beni, dalam kebijakan APBD 2022 dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sudah dianggarkan untuk kegiatan penanggulangan dampak perubahan iklim pada sector pertanian pangan dan perkebunan, akan tetapi belum menyentuh secara mendalam pada kegiatan adaptasi dan mitigasi yang relevan dengan persoalan-persoalan di lapangan.

Lebih lanjut Dia menerangkan, tidak hanya padi yang menurun hasilnya pada 5 tahun terakhir, produksi kopi dan cengkeh juga cenderung mengalami penurunan karena musim kering terlalu panjang dan curah hujan tinggi yang merusak bunga dan buah kopi.

Persoalan menurunnya produksi padi, kopi dan cengkeh pada 5 tahun terakhir diakui oleh seluruh peserta diskusi.

Husni Handur, 65 tahun, misalnya, mengatakan di lahan sawah tadah hujan milik 30 Kepala Keluarga, hasil padi berdasarkan luas lahan yang ada, selama ini biasanya berkisar 5 – 15 karung dalam 1 musim tanam menurun, berkisar 3 – 10 karung atau kurang lebih sebesar 60 – 66 persen. Sedangkan kopi robusta, arabika dan cengkeh sebagai sumber pendapatan keluarga pada 4 tahun terakhir hasilnya menurun drastis, bahkan tidak ada yang berbuah padahal pertumbuhan kopi subur, daunnya lebat, demikian juga tanaman cengkeh. Hal ini, katanya, disebabkan oleh musim kering yang terlalu lama mencapai 8 bulan sehingga pada bulan Agustus dan September kopi sebenarnya memasuki fase pembungaan, namun akibat kekeringan, bunga sedikit saja yang muncul berbeda jika pada bulan agustus dan September ada turun hujan untuk beberapa hari, pasti bunganya lebat.

Husni sedang menyampaikan tentang dampak perubahan iklim pada kegiatan bertani di komunitasnya.

“Hujan sekarang tidak pasti kapan turunnya, kadang hujan turun pada bulan Nopember, Desember bahkan pada bulan Februari baru turun hujan. Kami ingat situasi ini terjadi sejak tahun 2017, kondisi iklim, seperti ini yang mempengaruhi jadwal tanam padi. Jadi kami hanya mereka-reka saja untuk waktu tanam sehingga sering terjadi kami menanam 2 sampai 3 kali, kami tanam bulan nopember karena ada hujan ternyata hari hujannya pendek setelah itu tidak turun hujan lagi sehingga padi menjadi kering lalu kami siapkan benih padi baru untuk ditanam pada bulan berikutnya ketika ada hujan. Ketidakpastian ini menyulitkan kami untuk menanam padi,” ungkap Husni.

Baca juga yang ini : 
Bahaya !!! Ayo Jangan abai, Kita mesti memberi perhatian serius terhadap Isu Perubahan Iklim

Dia juga menambahkan menurunnya hasil padi tidak hanya karena hujan yang tidak pasti turunnya tetapi ada faktor lain juga, yaitu serangan hama putih pada saat curah hujan tinggi dan keterlambatan pendropingan pupuk ke Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Selama ini, kami menanam padi biasanya pada akhir Nopember dan awal Desember, pupuk baru didrop akhir Januari sehingga pertumbuhan awal padi tidak dibantu oleh pupuk, tidak heran pertumbuhannya menjadi tidak optimal.

Semua peserta diskusi mengakui, persoalan-persoalan menurunnya hasil padi dan tanaman perdagangan yang memaksa mereka harus berhutang di Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP), wadah yang dibentuk oleh mereka sendiri dan Koperasi yang melayani pinjaman dengan menerapkan sistem pengembalian pinjaman setiap minggu selama 50 minggu. Mereka lebih banyak meminjam di koperasi karena proses pencairan pinjaman lebih cepat. Selain itu, mereka (suami-isteri) juga bekerja sebagai buruh tani untuk 2-3 hari dalam seminggu dengan upah Rp 50.000/orang, pada saat Musim tanam padi, pembersihan lahan tanaman kopi dan ketika musim panen padi. Sebelum pandemi covid-19, hampir setiap minggu ibu-ibu memproduksi selendang khas congkar sebagai salah satu sumber pendapatan, mereka tidak hanya menjalankan tugas domestik saja, misalnya mengurus dapur, mencuci dll. Namun selama masa pandemi covid 19 situasi berubah, mereka lebih memilih bekerja menjadi buruh tani sebab tidak ada permintaan selendang seperti biasanya dari para pelanggan, tak satupan dari mereka datang mengambil selendang untuk dijual lagi di tempat lain.

Damianus Tamur, 53 tahun, dihadapan para peserta yang duduk bersila dengan formasi melingkar, menceritakan, dia juga sering meminjam uang di koperasi untuk beli beras, urusan adat, urusan social kemasyarakatan dan biaya Pendidikan anak.


"Pengeluaran kami terus meningkat sementara pendapatan terus menurun maka mau tidak mau kami harus pinjam di koperasi dengan system, jika meminjam 1 juta maka pencicilan pinjaman dilakukan setiap minggu, sebesar Rp 25.000,- selama 50 minggu, total yang kami setor kepada Pihak Koperasi, pokok dan bunga, senilai Rp 1.250.000, sehingga persentase bunga pinjamannya, adalah 25 persen untuk jangka waktu 12 bulan atau bunga 2,08 persen tetap (flat) per bulan," cerita Dami.


Namun mereka masih beruntung dalam masa-masa sulit, karena mereka semua adalah penerima bantuan BLT dari Desa dan menjadi sasaran program Pra-keluarga Sejahtera (PKH), mendapatkan bantuan uang tunai dan sembako setiap 3 bulan dalam setahun.

Para peserta berharap agar Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dalam hal ini Dinas Pertanian melakukan pendampingan tehnis dan memberikan informasi waktu tanam padi yang tepat berdasarkan pola iklim.

Yakobus Rewas, salah satu peserta diskusi menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Ayo Indonesia yang telah membagi informasi tentang perubahan iklim, hal ini bagi kami merupakan pengetahuan baru.


Penulis ; Rikhardus Roden Urut dan Florianus Hasi


Segelas Kopi arabika Manggarai Flores , produk dari Koperasi Produsen Karya Mandiri Manggarai, KKM




Posting Komentar

0 Komentar