Header Ads Widget

Yayasan Ayo Indonesia Dan Pemerintah Kabupaten Manggarai Selenggarakan Seminar Nasional Tentang Perubahan Iklim

Seminar nasional secara hibryd, luring dan daring dengan tema Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) di Sektor Pertanian di Manggarai Raya yang ditetapkan sebagai kawasan Top-Super Prioritas, Rabu (3/8/2022), bertempat di Aula Ranaka Kantor Bupati Manggarai.


umpungjayasiar.com, RUTENG. Yayasan Ayo Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Manggarai dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Manggarai menyelenggarakan seminar nasional secara hibryd, luring dan daring dengan tema Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) di Sektor Pertanian di Manggarai Raya yang ditetapkan sebagai kawasan Top-Super Prioritas, Rabu (3/8/2022), bertempat di Aula Ranaka Kantor Bupati Manggarai.

Baca juga yang ini : 
Perubahan Iklim dan Kehilangan penghasilan dari para petani kecil di Perdesaan

Kegiatan seminar sehari ini mengikutsertakan unsur Pemerintahan dari 3 Kabupaten, yaitu Bupati Manggarai, Ketua DPRD Kabupaten Manggarai, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Ketua DPRD Kabupaten Manggarai Timur, dan Staf Ahli Bupati Manggarai Barat.

Para pembicara yang dihadirkan pada seminar ini, antara lain Profesor Philipi de Rozario, dari Universitas Nusa Cendana, Irfan D Yananto, Staf ahli dari PPN/Bappenas, Sritanti Arundhati, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rinna Syawal, Direktur Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan,Yosep Ronaldi dari Local Champion, dan Rikhardus Roden, Koordinator Program VICRA. Kegiatan seminar nasional ini didukung oleh Koalisi Rakyat untuk Ketahanan Pangan (KRKP), Yayasan Kehati, Yayasan PATTIRO, dan HIVOS.

Baca juga yang ini : 
Ternyata Perubahan Iklim dimulai dari Timur Indonesia Bagian Selatan

Yos Semaun, Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Manggarai, penanggungjawab kegiatan seminar pada kesempatan menyampaikan laporan mengatakan seminar yang membicarakan tentang isu perubahan iklim ini sangat penting sebagai satu cara untuk meningkatkan kesadaran semua pemangku kepentingan di Manggarai Raya, khususnya kelompok masyarakat rentan tentang dampak atau ancaman dari perubahan iklim terhadap ketersediaan pangan.

Peserta seminar yang diundang, tutur Yos, selain 3 Kepala Daerah dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, adalah semua perangkat daerah terkait dan beberapa pemangku Kepentingan, antara lain Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Ketahanan Pangan, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Camat, Kepada desa, Lembaga Swadaya Masyarakat, anak-anak muda, Perguruan Tinggi, BMKG, Balai Besar KSDA, dan Palang merah Indonesia Kabupaten Manggarai.


“Diharapkan para narasumber dan peserta yang terlibat dalam seminar ini dapat menentukan aksi-aksi adaptasi dan mitigasi yang akan menjadi referensi atau input bagi organisasi perangkat daerah dalam menyusun program dan kegiatan tahunan. Jadi isu perubahan iklim harus menjadi perhatian dari semua pihak dan khusus untuk organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dapat mengakomodasi rekomendasi-rekomendari hasil seminar dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT),”ungkap Yos.


Rikhardus Roden, Koordinator Program, salah satu pembicara menyampaikan hasil studi terkait dampak perubahan iklim terhadap sector pertanian pangan dan perkebunan di Kabupaten Manggarai Timur.
Kepada peserta seminar, Richard menjelaskan bahwa Yayasan Ayo Indonesia, salah satu mitra Yayasan PATTIRO di Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk program VICRA yang menyuarakan aksi pembangunan berketahan iklim secara inklusi bersama Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur pada bulan Mei hingga Juli 2022 melakukan satu studi tentang dampak dari perubahan iklim di sector pertanian pangan dan perkebunan di Desa Golo Ndari, Desa Golo Ngawan, Kelurahan Watu Nggene, dan Kelurahan Rana Loba.


Baca juga yang ini : 
Hebat!!! Sorgum atau pesi, tanaman pangan lokal bisa hidup di lahan kritis

Studi ini, kata Richar menerapkan metode Focus Group Discussion (FGD), Wawancara mendalam dengan komunitas, dan melakukan pengumpulan data sekunder, 30 persen dari total responden adalah perempuan. Hasil studi berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan menemukan fakta bahwa bencana eksrim kering dan curah hujan tinggi yang sering terjadi pada 15 tahun terakhir di Kabupaten Manggarai Timur. Kondisi iklim demikian yang menyebabkan Produksi Padi Sawah beririgasi tehnis berdasarkan data produksi pangan dari Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur yang dikeluarkan Tahun 2022, dimana pada tahun 2019, 2020 dan 2021 mengalami penurunan, sebesar 23.983 ton atau 18,23 persen (dari hasil 131.492 ton menurun menjadi 107.510 ton). Hasil panen padi di Lahan Sawah Tadah Hujan juga mengalami penurunan cukup tinggi, sebesar 9.779 ton atau 37,62 %. (dari 25.997 ton menurun menjadi 16.218 ton).

Baca juga yang ini : 
Hati hati, Perubahan Iklim ancam Ketahanan Pangan dan Sumber Penghidupan Keluarga Petani di Perdesaan

Lebih lanjut, dia menjelaskan frekuensi serangan hama ulat grayak, dan keong mas pada kondisi ekstrim kering dan hujan dengan intesitas sangat tinggi yang berdampak pada penurunan hasil padi, baik di lahan sawah beririgasi tehnis maupun di sawah tadah hujan di 4 lokasi studi. Perubahan iklim memicu meningkatnya serangan hama pada tanaman padi. Selain itu, hujan yang sangat lebat telah merusak saluran irigasi, khususnya saluran sekunder dan tersier sehingga sawah menjadi kering. Padi di lahan seluas Kurang lebih 10 hektar di Pantai Utara rusak karena tergenang air akibat banjir dan serangan hama keong mas.



Hasil studi

Berdasarkan hasil diskusi kelompok dan wawancara mendalam dengan komunitas, ungkap Richard, Tim Studi mendapatkan data dan informasi penting yang berkaitan dengan tanda-tanda telah terjadinya perubahan iklim yang sudah lama dirasakan oleh masyarakat, antara lain : 1).Pola curah hujan dan musim hujan bergeser, 2) Ketika musim hujan tiba, intensitasnya sangat tinggi menyebabkan mudah terjadinya banjir dan longsor, 3) Musim kemarau dirasakan lebih lama (7-8 bulan), 4) Sering terjadinya hujan tipuan, dan 5) Hampir pada 5 tahun terakhir suhu udara panas terasa pada bulan Januari – Maret di Borong, sedangkan di wilayah pantai selatan Kecamatan Kota Komba terjadi pada bulan September dan Oktober sehingga sayur-sayuran menjadi layu dan tidak bisa berproduksi.


Ternyata perubahan iklim yang telah menunjukkan tanda-tanda di atas di 4 lokasi studi, kata Richard, telah mengakibatkan munculnya persoalan-persoalan berikut ini ; 1).Petani tidak bisa memastikan kapan memulai musim tanam, bahkan Petani harus mengulang menanam sampai 2 atau 3 kali. Kebiasaan 15 sampai 20 tahun lalu, pada bulan November masyarakat/petani sudah mulai dengan musim tanam untuk lahan padi sawah tadah hujan, tetapi sejak 5 tahun terakhir musim tanam bergeser ke Desember - Januari – bahkan hingga bulan Februari.2).Gagal panen untuk padi sawah tadah hujan, karena mencoba mengikuti pola tanam lama /kebiasaan yang terjadi sebelumnya. Musim tanam pada bulan Nopember, 3).Penurunan hasil padi di sawah tadah hujan berkisar, 40 – 50 persen ( di Kelurahan watu nggene, Desa Golo Ndari, dan Golo Ngawan), 4).Produksi kopi Robusta yang menjadi komoditi unggulan, salah satu sumber pendapatan menurun selama 5 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh terjadinya degradasi tanah dimana Permukaan tanah di kebun kopi dan cengkeh rusak karena longsor dan erosi sehinga lapisan top soil menipis, kesuburan tanah berkurang (lahan dengan kemiringan 45 derajat),5).Produksi cengkeh selama 5 tahun terakhir menurun, bahkan pada 2 tahun terakhir hampir tidak berbuah, 6).Bagi kelompok perempuan, perubahan iklim membawa persoalan baru karena beban kerja bertambah. Kondisi tahun 2000 ke bawah mereka tidak mengalami kekurangan air minum. Tetapi sekarang kondisinya lain,debit air menurun, bahkan harus bangun tengah malam untuk menimba air. Disaat warga yang lain sudah tidur, kadang juga ada warga yang bangun tengah malam untuk menimba air. (Dusun Nelo), dan 7).Pengeluaran Keuangan cukup besar dari Anggaran setiap Keluarga pada 5 tahun terakhir, khusus untuk membeli beras, sebab beras yang dihasilkan dari kebun sendiri hanya untuk memenuhi kebutuhan 2 bulan setelah panen, Padi yang panen pada bulan mei di lahan sawah tadah hujan hanya untuk mencukupi ketersediaan pangan pada bulan Juni dan Juli, mulai Agustus hingga Januari mereka membeli beras. Beruntung : 1) mereka mendapat bantuan PKH Tunai, Sembako, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Pemerintah Desa. 2) memiliki modal sosial yang cukup kuat untuk pengumpulan dana Pendidikan.


Pada sesi terakhir, dimana ketiga Pemerintahan Daerah memberikan tanggapan terhadap pokok pikiran atau fakta yang disampaikan oleh pemateri, Boni Hasidungan Siregar, Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur menyampaikan beberapa hal penting untuk dilakukan segera, yaitu 1). Ketiga kabupaten harus menyusun rencana aksi nyata bersama-sama terkait aksi adaptasi dan mitigasi untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Ketiga pemerintahan perlu bekerjasama dengan pendekatan kolaborasi, dan memandang Manggarai Raya sebagai satu Kawasan, 2). Mendorong diversifikasi pangan di setiap Rumah Tangga, mempromosikan kembali pangan sorgum, jagung dan beberapa jenis ubi-ubian untuk ditanam dan dikonsumsi, 3). Mengoptimalisasi penggunaan dana desa untuk program ketahanan pangan, dan 4). Di tiga Kabupaten harus ada kampung iklim.



Posting Komentar

0 Komentar