Header Ads Widget

Pojok KITAB SUCI; Saat Pesta Pora dan Kemabukan Sungguh Menguasai

Saat Pesta Pora dan Kemabukan Sungguh Menguasai
-Bacalah Injil Lukas 12:32-48-

“Malas tambah bodoh sama dengan miskin
(Viktor B Laiskodat, Gubernur NTT 2018-2023)
P. Kons Beo, SVD


Siapakah yang tak ingin akan situasi hidup penuh bahagia? Yang hidupnya terasa pas untuk satu standar hidup yang layak? Setiap manusia pasti mengimpikannya. Dalam Doa Bapa Kami terdapat seruan dan harapan: “Jadilah kehendakMu di bumi seperti di dalam surga!”

Baca juga yang ini : Renungan Harian KATOLIK : Berbahagialah Anda kalian yang memiliki kemuliaan suara hati yang sanggup menangkap suara Tuhan.

Bahagia di bumi setidaknya jadi cerminan dari kebahagiaan di surga. Namun alam bahagia itu, sebagaimana yang direnungkan, tidak jatuh begitu saja dari langit. Ia mesti diperjuangkan dan diusahakan oleh manusia. Injil telah jadi inspirasi agar manusia harus bersemangat dalam usaha dan kerja. Tanpa jemuh-jemuh dalam perjuangan dan pengorbanan hidup. Tuhan juga ingatkan manusia akan adanya momentum khusus agar manusia dapat beristirahat sejenak dalam ‘hening rohani.’ Agar dengan itu, kerja dan perjuangan dapat diawali kembali dengan penuh semangat.

Baca juga yang ini : Renungan Harian KATOLIK : Siapapun manusia terlalu rapuh untuk hadapi badai kehidupan yang menggelora

Tetapi, setiap kita pasti tahu, segala yang kita pertaruhkan di dunia ini pada waktunya akan berkesudahan. Kita bertarung di kesementaraan ini agar setidaknya kita dapat hidup layak. Lebih dari itu, kita membaktikan seluruh daya hidup kita bagi sesama dan demi kepentingan yang lebih luas. Sebab kita tahu bahwa hidup yang berarti adalah hidup yang berbuah.



Tak ada yang abadi di dunia ini. Ini sama sekali tidak berarti bahwa kita jatuh pada alam kepasrahan pasif. Bahwa untuk apa kita berjuang kalau toh semuanya akan berakhir sia-sia? Tetapi sebaliknya, “Apa yang sebenarnya mesti saya lakukan dan usahakan selagi aku masih hidup dan selagi masih kuat di kesementaraan hidup ini?”


Kita patut renungkan beberapa ajakan kunci dari Yesus, Tuhan dan Guru kita demi satu pemetaan hidup sebagai muridNya:

Pertama, “Hidup kristiani itu adalah mata yang terbuka pada hidup sesama.” Kita sungguh dilarang untuk menimbun. Tetapi setiap kita ditantang untuk memiliki hati penuh solider. “Berilah sedekah” (Luk 12:33) adalah panggilan kepada sikap kedermawanan.

Baca juga yang ini :
Kotbah Hari Minggu ; Meskipun kita ingin menjadi kaya, orang lain tetap tidak boleh dikorbankan

Terdapat sekian banyak barang yang ‘tertumpuk.’ Mungkin saja itu tak menarik bagi kita untuk digunakan, tetapi sebaliknya bisa terjadi bahwa hal itu sangat berguna demi orang lain.

Kedua, “iman adalah gambaran kesiapsediaan setiap saat.” Iman mesti dilihat sebagai ‘jalan keharian hidup’ kapan, di mana dan dalam situasi apa saja. Dilukiskan oleh Yesus bagai style hidup seorang hamba yang ‘pinggangnya senantiasa terikat dengan pelita bernyala sambil menanti-nanti kapan tuannya kembali.’

Baca juga yang ini :
Renungan Harian KATOLIK : HATI kita sering ada dalam keraguan

Sebab itu iman tak lain adalah gambaran penuh rindu akan Tuhan melalui sikap batin yang terbuka pada kehadiran Tuhan sendiri. Kapan dan di mana saja. Orang kristen mesti berjuang agar terbilang sebagai kelompok “berbahagialah” karena didapati tetap dalam keadaan siap sedia dan berjaga-jaga.

Ketiga, “Sikap berjaga-jaga bukanlah satu sikap pasif.” Mari ingat akan apa yang ditegaskan Yesus, “Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya ketika ia datang….” (Luk12:43). Kesadaran akan kehadiran Allah mendesak kita untuk berkarib mesrah denganNya dalam doa dan keheningan. Tuhan adalah asal dan tujuan, Ia adalah pencipta dan penyelenggara hidup kita. DariNya kita berasal dan kepadaNya pasti kita akan kembali. Kita terpanggil sujud sembah padaNya sebagai jalan hidup kita yang tak bisa kita hindari.

Baca juga yang ini : 
Renungan Harian KATOLIK : KESANGGUPAN akal budi, atau menilai diri sendiri selalu 'di atas angin' bisa menjebak ke dalam keangkuhan diri

Dan kita pun tahu bahwa ‘melakukan tugas pekerjaan dalam tanggungjawab adalah satu panggilan hidup.’ Hidup dan keadaan kesejahteraan hidup itu tidak mungkin tercapai jika tanpa adanya usaha dan kerja keras.


Mari kita bersyukur akan keuletan sekian banyak orang yang sungguh berjuang dalam hidup ini. Hidup mereka telah dipatrikan dalam semangat kerja keras, penuh kreasi, sungguh menghasilkan dan berbuah. Semuanya sungguh menjadi tanpa harapan sesama dan dunia yang lebih luas.

Keempat, “Hati-hatilah saat pesta pora dan kemabokan telah jadi kesenangan.” Variasi gelagat dan gerak hidup manusia sungguh dapat terbaca. Ada kelompok berjaga-jaga dalam ‘doa dan keheningan.’ Itulah yang jadi dasar kekuatan dalam berjaga-jaga dan kerja keras di dalam melakukan tugasnya.

Baca juga yang ini : Satu Permenungan : Dipanggil untuk Menjadi ‘Orang Biasa’

Tetapi, tidakkah terdapat pula ‘kelompok pesta pora dan kemabokan’ yang bertindak kasar dan keras terhadap hamba-hamba lain? Inilah gaya hidup penuh kenikmatan yang diasupi virus hedonistik. “Tuanku tidak datang-datang” (Luk 12:45) adalah pengandaian yang dianggap sebagai ‘kesempatan’ untuk bertindak atau bersikap sesuka hatinya.


Adakah hidup yang menjanjikan di dunia, andaikan pesta pora, santai, bermalas-malas, serta kemabukan sekian menguasai? Adakah pula hidup di keabadian sungguh menjadi tenang dan damai jika ketidaksiagaan telah menguasai pikiran, mental dan hati?

Sebab itulah sprit berjaga-jaga sepantasnya menjadi daya dorong dan kesanggupan agar para murid Yesus, kita semua, menghayati hidup yang pantas. Itulah sikap yang terarah pada ‘hari Tuhan datang’ sambil tetap berupaya, berjuang, berkorban serta bekerja keras di dalam kesementaraan hidup ini.

Baca juga yang ini : 
Satu Permenungan : Jangan Sampai Kita Kehilangan Ruang Kosong

Sebab itulah, mari kita bermawas diri agar ‘kemalasan, semangat pesta pora yang keterlaluan (berfoyah-foyah) serta (apalagi) kemabokan’ tidak membunuh kesadaran kita akan arti hidup yang sesungguhnya. Baik di dunia ini, maupun untuk hidup di keabadian.


Bukankah demikian?

Verbo Dei Amorem Spiranti
Collegio san Pietro-Roma

Posting Komentar

0 Komentar